REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran menyampaikan kecenderungan manusia ketika diberi kenikmatan dan kemalangan. Ketika diberi kenikmatan, manusia bergembira dan terlena. Sebaliknya ketika timpa kemalangan akibat kesalahannya, mereka putus asa dan ingkar. Hal ini dijelaskan Surah Ar-Rum Ayat 36 dan tafsirnya.
وَاِذَآ اَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوْا بِهَاۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ ۢبِمَا قَدَّمَتْ اَيْدِيْهِمْ اِذَا هُمْ يَقْنَطُوْنَ
Apabila Kami mencicipkan suatu rahmat kepada manusia, mereka gembira karenanya. (Sebaliknya,) apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa. (QS Ar-Rum: 36)
Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menerangkan perilaku kedua yang dapat mengantarkan manusia kepada kesyirikan adalah bila mereka diberi rahmat sedikit saja oleh Allah, mereka lupa daratan. Akan tetapi, bila ditimpa kemalangan sedikit saja, mereka putus asa lalu ingkar.
Dalam ayat ini, Allah juga menyatakan "mencicipkan" yang berarti bahwa yang dikaruniakan itu hanya sedikit. Karunia itu antara lain berupa harta benda. Oleh karena itu, bagaimana pun banyak harta, itu tidak ada bandingannya dengan kebahagiaan yang akan diberikan-Nya di akhirat.
Akan tetapi, sebagian manusia ada yang terlena dengan karunia Allah di dunia itu, lalu lupa daratan. Mereka mengingkari Allah, dan tidak mempedulikan lagi semua perintah dan larangan-Nya. Mereka mau mengorbankan kebahagiaan mereka yang abadi di akhirat itu hanya dengan kenikmatan yang tidak berarti dan sementara di dunia.
Akibatnya, mereka akan diazab kelak di akhirat. Sebaliknya, bila mereka mendapat penderitaan yang diakibatkan kesalahan mereka sendiri, mereka cepat putus asa.
Potongan ayat ini mengisyaratkan bahwa dunia itu tidak selamanya menyenangkan, tetapi akan diselingi kesusahan. Senang dan susah itu memang dipergilirkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS Al-Anbiya': 35)
Oleh karena itu, manusia tidak boleh cepat terlena bila memperoleh nikmat dan tidak boleh cepat putus asa bila mendapat kesusahan.
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa mereka putus asa karena perbuatan tangan mereka sendiri. Itu berarti bahwa mereka melakukan kesalahan itu dengan sengaja. Seharusnya mereka mengakui kesalahan itu dan cepat bertobat. Tetapi tidak demikian, mereka menjauh dari Allah dan tidak minta tolong kepada-Nya. Karena merasa tidak mampu menghadapi kesusahan itu, mereka putus asa dan bersikap pesimis.
Dengan demikian, mereka melawan fitrahnya, karena orang yang berdiri di atas fitrah adalah yang selalu mendekatkan diri kepada Allah (lihat ayat 31 di atas) dan selalu bersikap optimis. Prilaku itu dilukiskan dalam ayat lain, "Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh-kesah, dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir, kecuali orang-orang yang melaksanakan sholat." (QS Al-Ma‘arij: 19-22)
Dalam ayat-ayat itu diterangkan bahwa perilaku tidak sabar, gelisah, dan kikir itu adalah sifat sebagian manusia, tidak semuanya. Mereka yang konsisten dalam melaksanakan sholat tidak akan berperilaku demikian, karena setiap waktu mereka berkomunikasi dengan Allah. Dengan demikian, mereka tidak akan kehilangan akal ketika mendapat kesusahan dan tidak akan lupa daratan ketika menerima nikmat. Mereka sabar ketika mendapat kesulitan, dan bersyukur ketika memperoleh kebahagiaan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis berikut.
"Aneh keadaan orang Mukmin, Allah tidak akan memutuskan sesuatu keputusan kecuali hal itu baik baginya. Jika dia ditimpa kegembiraan dia berterima kasih, hal itu adalah baik baginya. Jika dia ditimpa kemalangan dia bersabar, hal itu adalah baik baginya." (Riwayat Ahmad dan Muslim)