REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Tindakan oleh Facebook dan Meta selama serangan Gaza tahun lalu melanggar hak-hak pengguna Palestina atas kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, partisipasi politik, dan non-diskriminasi. Hasil terbaru ini mengkonfirmasi kritik lama terhadap kebijakan perusahan dan penegakannya yang tidak merata yang berkaitan dengan konflik Israel-Palestina.
Dilansir AP, Sabtu (24/9/2022), laporan dari firma konsultan independen Business for Social Responsibility (BSR) yang rilis pada Kamis (22/9), menemukan perusahaan terlalu memaksakan aturan dalam hal konten pemahaman berbahasa Arab dan konten dipaksakan dalam bahasa Ibrani. Namun, hasil dari pemantauan tidak ditemukan bias yang disengaja oleh Meta, baik oleh perusahaan secara keseluruhan atau di antara karyawan individu
Penulis laporan mengatakan, tidak menemukan bukti kebencian ras, etnis, kebangsaan, atau agama dalam tim perusahaan. Laporan itu mencatat bahwa Meta memiliki karyawan yang mewakili sudut pandang, kebangsaan, ras, etnis, dan agama yang beragam dan relevan dengan konflik ini.
Hanya saja, laporan itu menemukan banyak contoh bias yang tidak disengaja yang merugikan hak-hak pengguna Palestina dan berbahasa Arab. Meta juga membuat kesalahan serius dalam penegakan hukum
Kasus ini seperti terjadi ketika serangan Gaza berkecamuk Mei lalu. Instagram secara singkat melarang tagar #AlAqsa, referensi ke Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, titik nyala dalam konflik
Meta, perusahan induk Instagram, kemudian meminta maaf atas pemblokiran tersebut. Perusahan menjelaskan algoritmenya telah salah mengira situs tersuci ketiga dalam Islam sebagai kelompok militan Brigade Martir Al-Aqsa, sebuah cabang bersenjata dari partai Fatah.
Laporan tersebut menggemakan masalah yang diangkat dalam dokumen internal dari pelapor Facebook Frances Haugen musim gugur yang lalu, menunjukkan bahwa masalah perusahaan bersifat sistemik dan telah lama diketahui di dalam Meta. Kegagalan utama adalah kurangnya moderator dalam bahasa selain bahasa Inggris, termasuk bahasa Arab.
Sebagai tanggapan, Meta mengatakan pihaknya berencana untuk menerapkan beberapa rekomendasi laporan, termasuk meningkatkan pengklasifikasi bahasa Ibrani yang membantu menghapus posting yang melanggar secara otomatis menggunakan kecerdasan buatan.
"Tidak ada perbaikan cepat dalam semalam untuk banyak dari rekomendasi ini, seperti yang dijelaskan oleh BSR,” ujar perusahaan yang berbasis di Menlo Park, California.
“Meskipun kami telah membuat perubahan signifikan sebagai hasil dari latihan ini, proses ini akan memakan waktu, termasuk waktu untuk memahami bagaimana beberapa rekomendasi ini dapat ditangani dengan baik, dan apakah secara teknis layak," ujar Meta.
Untuk pengguna di Gaza, Suriah, dan wilayah Timur Tengah lainnya yang dirusak oleh konflik, masalah yang diangkat dalam laporan BSR bukanlah hal baru. Contoh saja badan keamanan dan pengawas Israel telah memantau Facebook dan membombardirnya dengan ribuan perintah untuk menghapus akun dan postingan Palestina saat mencoba menindak penghasutan.
"Mereka membanjiri sistem kami, benar-benar mengalahkannya,” ujar mantan kepala kebijakan Facebook untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara Ashraf Zeitoon kepada //Associated Press// tahun lalu.
"Itu memaksa sistem untuk membuat kesalahan yang menguntungkan Israel," ujarnya yang sudah meninggalkan posisi tersebut sejak 2017.