REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Unjuk rasa yang diselenggarakan pemerintah Iran berlangsung di beberapa kota pada Jumat (23/9/2022). Demonstrasi saingan ini untuk melawan protes anti-pemerintah yang dipicu kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi moral.
Pawai pro-pemerintah mengikuti peringatan terkuat dari pihak berwenang ketika tentara mengatakan akan menghadapi musuh di balik kerusuhan. Upaya ini bisa menandakan jenis tindakan keras yang telah digunakan untuk menghancurkan protes di masa lalu.
Liputan televisi pemerintah menunjukkan, kerumunan mengutuk pengunjuk rasa anti-pemerintah sebagai "tentara Israel". "Pelanggar Alquran harus dieksekusi," teriak mereka.
Presiden Ebrahim Raisi menyatakan, demonstrasi pro-pemerintah menunjukkan kekuatan dan menegaskan kekacauan tidak akan ditoleransi.
"Kehadiran rakyat (dalam pawai) hari ini, adalah kekuatan dan kehormatan Republik Islam," ujarnya yang menghadapi protes terbesar sejak 2019.
Akun Twitter 1500tasvir yang memiliki 117 ribu pengikut melaporkan, bentrokan hebat di pusat kota Isfahan antara pengunjuk rasa anti-pemerintah dan pasukan keamanan terjadi. Akun tersebut juga menunjukkan protes jalanan anti-pemerintah di beberapa bagian ibu kota dan di Shahin Shahr di Iran tengah
Kepala Polisi Iran, Hossein Ashtari, menyerukan dengan kata-kata keras dalam upaya untuk menghentikan protes. "Keamanan rakyat adalah batas kami. Mereka yang terlibat dalam sabotase dan menciptakan ketidakamanan berdasarkan arahan dari luar negeri harus tahu bahwa mereka akan ditindak tegas," ujarnya.
Pesan tentara juga menunjukan peringatan kepada pengunjuk rasa untuk menyelesaikan aksinya. "Tindakan putus asa ini adalah bagian dari strategi jahat musuh untuk melemahkan rezim Islam," katanya.
Militer mengatakan akan menghadapi berbagai rencana musuh untuk memastikan keamanan dan perdamaian bagi orang-orang yang diserang secara tidak adil.
Menteri Intelijen, Mahmoud Alavi, memperingatkan pada Jumat. Dia mengatakan, para penghasut ini memiliki impian untuk mengalahkan nilai-nilai agama dan pencapaian besar revolusi tidak akan pernah terwujud.
Kematian Amini telah menyalakan kembali kemarahan atas berbagai masalah termasuk pembatasan kebebasan pribadi di Iran, aturan berpakaian yang ketat untuk perempuan dan ekonomi yang terguncang akibat sanksi.
Protes anti-pemerintah diperkirakan tidak akan menimbulkan ancaman langsung bagi ulama penguasa Iran, yang memiliki pasukan keamanan yang telah memadamkan satu demi satu protes dalam beberapa tahun terakhir.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, bertemu dengan Raisi di New York pada Kamis (22/9). Juru bicara PBB Stephane Dujarric menanyatakan, keduanya mengangkat masalah hak asasi manusia dan PBB menyatakan prihatin tentang laporan protes damai yang dipenuhi dengan penggunaan kekuatan berlebihan yang menyebabkan puluhan kematian dan cedera.