REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo mendukung KPK memberantas mafia peradilan. Dia juga mengapresiasi lembaga tersebut yang berhasil membongkar mafia peradilan di Mahkamah Agung terkait dugaan suap pengurusan perkara.
Menurut dia, di satu sisi kejadian kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA sangat memprihatinkan karena menunjukkan mafia peradilan masih terdapat di institusi tersebut bahkan sampai melibatkan langsung seorang hakim agung.
"Pada sisi lain, kita patut apresiasi kinerja KPK yang berhasil membongkar kasus ini. Menjadi tamparan keras bagi institusi Mahkamah Agung maupun bagi aparat penegak hukum lainnya agar tidak lagi main-main dengan hukum," kata dia, Sabtu (24/9/2022).
Dia mendorong, agar peradilan yang dijalankan terhadap para terduga tersangka bisa tetap berjalan dengan mengedepankan asas profesionalitas. Menurut dia, siapapun yang bersalah di mata hukum, harus mendapat ganjaran yang setimpal.
"Penegakan hukum harus dilakukan dengan transparan, tidak boleh ada yang ditutupi. Jika nantinya terbukti bersalah, para tersangka harus mendapat ganjaran yang setimpal di hadapan hukum," ujarnya.
Dia mengatakan, prinsip transparansi tersebut dibutuhkan untuk memberikan efek jera khususnya kepada para penegak hukum agar tidak ada yang berani main-main dengan hukum.
Dia menilai, kejadian dugaan suap pengurusan perkara di MA menjadi "alarm" peringatan bagi para penegak hukum khususnya di institusi tersebut untuk melakukan berbagai pembenahan.
Menurut dia, berdasarkan indeks supremasi hukum yang dirilis "World Justice Project" 2020, Indonesia menduduki peringkat 59 dari 128 negara. Salah satu aspek yang diukur adalah penegakan hukum dan proses peradilan perdata maupun pidana.
"Merujuk hasil survei yang diterbitkan Indonesia Political Opinion pada Oktober 2020, angka ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia mencapai 64 persen. Menunjukkan persoalan penegakan hukum di Indonesia masih menyisakan berbagai persoalan," katanya.
Dia mengatakan, kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA, semakin mencoreng "wajah" penegakan hukum di Indonesia. Karena itu, menurut dia, pemerintah dan aparat penegak hukum punya "pekerjaan rumah" yang berat untuk meningkatkan kepercayaan rakyat dengan tindakan nyata.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap beberapa orang terkait suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) di Jakarta dan Semarang pada Kamis (22/9) dini hari, dan menyita barang bukti berupa uang 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta.
KPK menetapkan, 10 tersangka berdasarkan keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup dalam kasus tersebut.
Sebagai penerima, yaitu hakim agung pada MA Sudrajad Dimyati, hakim yustisial/panitera pengganti MA,Elly Tri Pangestu, PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria, PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie, PNS MA Redi, dan PNS MA Albasri.
Kemudian, sebagai penerima, yaitu Yosep Pareraselaku pengacara, Eko Suparno (ES) selaku pengacara pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana,Heryanto Tanaka, dan pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Ivan Dwi Kusuma Sujanto.