REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia dinilai masih memiliki ruang menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI-7DRR) ke depan. Hal ini mengingat Bank Indonesia tidak langsung menaikkan suku bunga pada saat The Fed menyesuaikan suku bunga.
Analis Utama Ekonomi Politik LAB45 Reyhan Noor mengatakan keadaan ekonomi saat ini, Bank Indonesia bisa menaikkan suku bunganya lagi pada sisa akhir 2022.
"Kemungkinan akan ada satu atau dua kenaikan suku bunga hingga akhir tahun ini," ujarnya dalam risetnya, Sabtu (24/9/2022).
Menurutnya kenaikan suku bunga berfungsi untuk mengelola ekspektasi masyarakat ke depan, termasuk rencana pembelian barang dan jasa pada masa depan. Adanya kenaikan suku bunga, masyarakat akan berpikir dua kali untuk melakukan pembelian sehingga permintaan akan berkurang yang pada akhirnya mempengaruhi harga agar tidak terlalu naik signifikan.
Namun, harga barang dan jasa yang tinggi tidak serta merta dapat turun karena inflasi saat ini tidak disebabkan oleh peningkatan permintaan, melainkan masalah eksternal yang menyebabkan adanya disrupsi pasokan sejak pandemi Covid-19.
Reyhan menyebut kenaikan suku bunga tentunya tidak hanya ditujukan untuk meredam inflasi, melainkan juga bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan kinerja ekspor serta impor. Meski cukup agresif, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen dipandang masih dalam rentang yang wajar.
Adapun kebijakan Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga sudah tepat mengingat Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve juga menaikkan suku bunganya. Bank Indonesia juga tidak sendiri karena beberapa bank sentral negara lain seperti Filipina, Inggris, dan Eropa pun juga telah mengambil kebijakan yang sama.
"Menurut saya, kebijakan ini sudah tepat mengingat inflasi domestik yang sudah dapat dipastikan meningkat akibat kenaikan harga BBM pada awal bulan lalu," ucapnya.