REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan keterlibatan pihak lain setelah mengungkap kasus dugaan suap yang menjerat Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) nonaktif, Sudrajad Dimyati. Sebab, diduga ada keluarga pejabat tinggi MA yang menjadi makelar untuk pengurusan kasus.
"KPK semestinya mampu mengembangkan kepada pihak-pihak lain yang diduga terlibat. Terdapat informasi di masa lalu beberapa oknum mengaku family atau keluarga pejabat tinggi MA yang menawarkan membantu kemenangan sebuah perkara," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya, Ahad (25/9/2022).
Boyamin mengungkapkan, berdasarkan informasi tersebut, diduga oknum yang mengaku keluarga pejabat MA meminta imbalan dengan jumlah fantastis untuk membantu kemenangan suatu perkara. Pemberian imbalan itu biasanya dilakukan dengan berbagai modus.
"Proses markus (makelar kasus) ini dilakukan dengan canggih, termasuk dugaan kamuflase transaksi pinjaman atau utang piutang," kata Boyamin.
Di sisi lain, sambung dia, KPK semestinya juga mendalalami dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) saat rekrutmen hakim agung. Boyamin menyebut, sebagaimana dulu pernah terdapat cerita isu pertemuan di toilet antara calon hakim agung dan terduga anggota DPR.
"Meskipun isu 'toilet' ini dinyatakan tidak terbukti di Komisi Yudisial, namun tidak menutup kemungkinan KPK mampu menemukan alat bukti dengan segala kewenangannya," ujar dia.
MAKI pun mengapresiasi kinerja KPK karena telah berhasil mengungkap kasus yang melibatkan hakim agung MA. Menurut Boyamin, pengungkapan ini merupakan prestasi besar bagi KPK.
"Ini langkah berprestasi yang ditorehkan KPK, mampu mencetak rekor dikarenakan sebelumnya KPK diduga telah sering menyasar Mahkamah Agung, namun baru bisa menangkap pejabat level bawah," kata dia.
KPK telah menetapkan 10 tersangka terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Enam di antaranya merupakan pejabat dan staf di MA. Mereka adalah Hakim Agung MA nonaktif Sudrajad Dimyati (SD); Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP); dua orang PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua PNS MA, yaitu Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Kemudian, empat tersangka lainnya, yakni dua pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES); serta dua pihak swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
KPK pun telah menahan delapan orang tersangka, yaitu Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, Albasri, Yosep Parera, dan Eko Suparno selama 20 hari kedepan. Sedangkan, Ivan Dwi Kusuma Sujanto dan Heryanto Tanakan belum ditahan.
Dalam kasus ini, Sudrajad diduga menerima sejumlah uang suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Gugatan ini diajukan oleh dua Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID), Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.