REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Empat bank jumbo disebut memiliki prospek yang positif sepanjang tahun ini. Hingga Juli 2022, BBRI, BBCA, BMRI dan BBNI membukukan kinerja positif dengan laba bersih gabungan semua bank tersebut mencapai Rp 82,4 triliun, tumbuh 63,1 persen dari periode yang sama sama tahun lalu (yoy).
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Prasetya Gunadi mengatakan hasil yang memuaskan ini didukung oleh berbagai faktor, antara lain percepatan pertumbuhan kredit dan biaya provisi yang lebih rendah. Pertumbuhan kredit tertinggi dicetak oleh BBCA sebesar 13,0 persen yoy, disusul BMRI 11,4 persen yoy, BBRI 9,3 persen yoy dan BBNI 7,5 persen yoy.
Sementara itu, pertumbuhan dana simpanan mulai melambat menjadi 6,9 persen per Juli 2022 dibandingkan 8,8 persen di bulan sebelumnya. Namun, likuiditas bank-bank di bawah coverage Samuel Sekuritas masih cukup kuat, dengan LDR gabungan bank-bank tersebut mencapai 82,4 persen pada 22 Juli, tumbuh 79,9 persen yoy.
"Kami meyakini kinerja sektor perbankan akan terus positif di sisa tahun ini, meski jarak antara pertumbuhan kredit dan pertumbuhan simpanan makin lebar yang turut mengangkat rasio LDR," kata Prasetya dalam risetnya dikutip Ahad (25/9/2022).
Prasetya melihat likuiditas tetap melimpah, terutama untuk empat bank terbesar Indonesia. Ia memperkirakan NIM akan stabil di level saat ini, didukung olen turunnya biaya pendanaan akibat tidak adanya persaingan untuk meraih dana simpanan.
BBNI, misalnya, akan memprioritaskan nasabah-nasabah yang berisiko rendah seperti korporasi swasta tier 1 dan kredit payroll karena prioritas utama BBNI saat ini adalah peningkatan kualitas aset tetap. Sementara itu, BMRI akan berkonsentrasi pada segmen hasil tinggi (high yielding), karena BMRI melihat peluang untuk menambah penyaluran kredit ke sektor komersil dan usaha kecil ke peminjam tertentu.
BBCA akan terus fokus pada segmen korporasi khususnya di perusahaan telco, infrastruktur, dan pertambangan, serta pada segmen konsumer khususnya pada sektor KPR. Sedangkan BBRI akan fokus pada segmen mikro yang diharapkan tumbuh 13-15 persen yoy di sepanjang 2022.
Secara umum, Prasetya menetapkan peringkat overweight untuk sektor perbankan. Terkait risiko ke depan, Prasetya memperkirakan koreksi pasar mungkin masih terjadi, tetapi tidak akan sepanjang koreksi saat siklus kenaikan suku bunga sebelumnya. Hal ini didukung kondisi perekonomian Indonesia yang lebih kuat dan modal yang cukup yang dimiliki oleh bank-bank besar untuk memitigasi risiko penurunan kualitas aset.
"Kami masih meyakini bank-bank besar akan mengungguli bank-bank kecil serta bank-bank digital, dan bank dengan rekam jejak yang lebih baik dalam manajemen kualitas aset, permodalan yang solid, dan penetrasi yang lebih kuat ke segmen hasil tinggi seperti BBRI dan BMRI akan mengungguli kompetitor-kompetitornya," kata Prasetya.
Meski demikian, menurut Prasetya, kinerja sektor perbankan masih akan dipengaruhi sejumlah faktor, antara lain pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan, pertumbuhan NIM dan kredit di bawah ekspektasi, dan biaya kredit yang lebih tinggi.