Senin 26 Sep 2022 04:30 WIB

Ini 12 Penyebab Munculnya Sikap Ekstrem dan Berlebih-Lebihan dalam Beragama   

Islam menekan agar tak bersikap ekstrem dan berlebihan dalam beragama

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi ekstremisme radikalisme. Islam menekan agar tak bersikap ekstrem dan berlebihan dalam beragama
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi ekstremisme radikalisme. Islam menekan agar tak bersikap ekstrem dan berlebihan dalam beragama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Rektor Universitas Al-Azhar Mesir, Abdul Hayyi 'Izb Abdul 'Al mengungkapkan sebab-sebab munculnya sikap ekstrem dan berlebih-lebihan. 

 

Baca Juga

Hal ini disampaikan Abdul Hayyi dalam buku berjudul “Islam, Negara, dan Ekstremisme” terbitan Muslim Council of Elders.

 

Dalam buku ini, Abdul Hayyi mengungkapkan 12 hal yang menjadi sebab munculnya sikap ekstrem dan berlebih-lebihan. Pertama, yaitu adanya pemahaman yang salah terhadap ayat-ayat Alquran, hadits-hadits nabi dan kitab-kitab klasik.

 

Sebab kedua, menafsirkan teks-teks keagamaan berdasarkan hawa nafsu (selera pribadi), dan jauh dari pemahaman yang benar terhadap agama yang bertolak dari prinsip menjaga urusan-urusan agama dan dunia secara bersamaan.

 

Ketiga, memasukkan agama secara paksa ke dalam aliran-aliran politik yang beraneka ragam, dan sembunyi di balik jargon-jargon keagamaan untuk mempengaruhi manusia dan menarik simpati mereka.

 

Sebab keempat, kurangnya pendekatan kepada kawula muda, para dai kehilangan bahasa untuk mempengaruhi. 

 

Kelima, membiarkan ruang luas kepada para dai tendensius di stasiun-stasiun televisi satelit, terutama pada beberapa waktu yang telah lalu.

 

Keenam, masuknya banyak orang yang memiliki afiliasi-afiliasi dan pemikiran-pemikiran yang memusuhi negara dan umat manusia ke dalam lapangan dakwah, dan ini adalah salah satu hal yang diwanti-wantikan oleh Al-Azhar. Ketujuh, berlebih-lebihan dalam berselisih, sehingga menimbulkan sikap fanatic dan perpecahan.

 

Delapan, berlebih-lebihan dalam masalah cabang, baik yang berkaitan dengan fikih maupun akidah dan berkobarnya perselisihan di dalamnya, sehingga menyebabkan kerancuan berpikir di kalangan pemuda. Perselisihan dalam masalah-masalah cabang tempatnya adalah kajian-kajian akademik saja, bukan materi yang disampaikan dalam media massa kepada masyarakat.

 

Sembilan, terpisahnya sebagian dai dari problematika masyarakat, dan tidak dipertalikannya agama dengan kenyataan.

 

Sepuluh, kurangnya wawasan keagamaan di kalangan pemuda, akibatnya program dan kurikulum agama yang mencakup wawasan kemoderatan dan keseimbangan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi lebih sedikit.

 

“Sehingga menjadikan pemikiran pemuda ladang yang subur untuk menerima segala pikiran sakit yang datang kepadanya, terutama yang terjadi pada hari-hari yang belum lama berlalu dan akibatnya masih kita rasakan hingga saat ini,” jelas Abdul Hayyi.

 

Sebelas, dominasi bahasa uang dan pembelian kata, sehingga menjadikan kelompok-kelompok ekstrem keluar menunjukkan diri kepada khalayak melalui stasiun-stasiun televisi satelit untuk menjual pikiran-pikiran sakit yang mengjak kepada kekacauan dan perpecahan umat.

 

Sebab ke-12, penyebaran pemikiran kelompok melalui stasiun-stasiun televisi tendensius. Padahal, Islam tidak mengenal apa yang dinamakan dengan pemikiran kelompok atau kelompok-kelompok. 

 

Sebaliknya, Islam hanya mengenal apa yang dinamakan dengan kemaksuman kata umat, kesatuan barisannya, dan apa yang menjaga akidah, pemahaman dan warisan pemikirannya.

 

Menurut Abdu Hayyi, pengalaman dan bukti menunjukkan bahwa ekstremitas dan sikap berlebih-lebihan terlahir dari kelompok-kelompok itu, karena pemahaman yang catat terhadap agama dan pembatasan agama hanya pada diri mereka saja.

 

“Mereka menyangka bahwa kebenaran dalam hidup hanya milik mereka sendiri, dan bahwasanya mereka adalah orang-orang merdeka, sedang yang lain adalah hamba sahaya, budak belian,” jelas Abdul Hayyi.

 

n.Muhyiddin   

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement