REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Syamsul Yakin
Dalam kitab Futuhat al-Madaniyah, Syaikh Nawawi menyebut menjaga rahasia hukumnya wajib. Termasuk menjaga rahasia adalah tidak menceritakan aktivitas persetubuhan suami-istri secara garis besar apalagi terinci. Karena soal itu adalah wilayah infiradiyah atau private. Begitu juga, termasuk menjaga rahasia adalah tidak menceritakan rahasia seseorang kepada orang lain.
Umar bin Khaththab (wafat 644 Masehi) bercerita setelah suami Hafshah wafat, beliau mendatangi Utsman bin Affan (wafat 656 Masehi). Hafshah adalah putri Umar yang terkenal pandai membaca dan menulis. Suaminya, yakni Khunais bin Hudzafah meninggal pada 624 Masehi. Saat suaminya meninggal Hafshah baru berusia 19 tahun. Itulah sebabnya, Umar ingin menikahkan anaknya kepada Utsman.
Umar berkata, "Wahai Utsman, aku bermaksud menikahkanmu dengan putriku yang bernama Hafshah. Lalu Utsman menjawab, "Aku tidak menginginkannya." Ada yang menarik dari kisah ini. Istri Utsman, yakni Ummu Kultsum yang tak lain adalah putri Rasulullah wafat pada 624, tahun yang sama dengan wafatnya suami Hafshah. Artinya memang Utsman tidak beristri. Sedang Ruqayah yang juga putri Nabi, meninggal sebelum Utsman menikah dengan Ummu Kultsum.
Hal menarik kedua, Nabi menikahkan putri-putri beliau dengan sahabat terdekat, yakni Ruqayah dan Ummu Kultsum kepada Utsman. Sedangkan Abu Bakar menikahkan putrinya, yakni Aisyah kepada Rasulullah. Kali ini Umar hendak menikahkan putrinya dengan Utsman, namun Utsman menolaknya. Tentu ada rahasia di balik penolakan Utsman.
Selanjutnya, Umar mendatangi Abu Bakar (wafat pada 634 Masehi). Lalu berkata seperti yang dikatakannya kepada Utsman, "Wahai Abu Bakar, aku ingin menikahkanmu dengan putriku yang bernama Hafshah." Tapi tak dinyana, Abu Bakar diam seribu bahasa. Karena tidak mendapatkan respons dari Abu Bakar, Umar pergi dalam keadaan kecewa. Apalagi dua sahabat utamanya tidak merespons secara positif keinginannya. Padahal Umar hanya ingin putrinya bersuamikan orang saleh.
Menurut Syaikh Nawawi, berselang tiga atau empat hari dari penolakan Utsman dan Abu Bakar, Rasulullah menikahi Hafshah. Untuk itu, Abu Bakar malah pergi untuk mengunjungi Umar. Karena bisa jadi pernikahan Hafshah malah menimbulkan teka-teki di hati Umar. Abu Bakar berkata, "Aku yakin telah terjadi teka-taki di dalam hatimu kepadaku karena aku tidak merespons permintaanmu."
Umar menjawab, "Memang benar. Aku merasa kecewa berat. Tidak seperti Utsman, dengan tegas dia menunjukkan sikapnya. Aku tidak menaruh sakwa-sangka apapun kepadanya."
Kemudian Abu Bakar membeberkan kejadian yang sebenarnya, "Begini, pangkal sebab aku diam seribu bahasa tidak memberi jawaban terhadap permintaanmu karena aku telah bersepakat dengan Rasulullah. Dalam kesepakatan itu Rasulullah menyampaikan niat beliau hendak menikahi Hafshah. Jadi, aku bukan tidak ingin menikahi Hafshah, tapi aku telah bersepakat dengan Nabi. Sementara apabila aku menjawab dengan sebuah penolakan, tentu kamu akan menanyakan alasanku.
Sementara kalau aku memberi informasi yang sebenarnya bahwa Rasulullah yang akan menikahi Hafshah, aku termasuk orang yang tidak mampu menjaga rahasia. Kalau ini terjadi, bisa jadi Rasulullah batal menikahi Hafshah karena rahasianya sudah lebih dahulu terbuka. Oleh karena itu aku memilih diam seribu bahasa sampai Rasulullah benar-benar menikahi putrimu."
Diketahui dalam sejarah, minimal ada tiga alasan Nabi menikahi Hafshah. Pertama, untuk memberi kelapangan kepada keluarga Umar. Kedua, untuk memberi rasa tenteram kepada keluarga Khunais bin Khudzaifah, di mana dia gugur sebagai syuhada. Ketiga, karena potensi intelektual Hafshah.