Senin 26 Sep 2022 17:41 WIB

Warga Jakbar Gugat UU LLAJ ke MK Soal Kecelakaan Akibat Jalan Rusak

Gugatan UU LLAJ diharap perbaiki tanggung jawab penyelenggara bila ada jalan rusak.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Pengendara roda empat melintas dijalan yang rusak. Warga Jakarta Barat (Jakbar) mengajukan gugatan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Foto: ANTARA/Muhammad Bagus Khoirunas
Pengendara roda empat melintas dijalan yang rusak. Warga Jakarta Barat (Jakbar) mengajukan gugatan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Jakarta Barat (Jakbar) Irfan Kamil mengajukan gugatan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Irfan menilai, UU LLAJ tidak jelas menyebutkan siapa yang bertanggung jawab apabila ada kecelakaan yang diakibatkan karena jalan rusak.

"Pangkal judicial review itu karena banyak kecelakaan yang diakibatkan jalan rusak. Korbannya luka ringan hingga ada yang tewas, tapi tidak ada penyelenggara jalan yang bisa dimintai pertanggungjawaban karena kecelakaan itu," kata Irfan dalam keterangannya pada Senin (25/9).

Baca Juga

Oleh sebab itu, Irfan meminta pasal di UU LLAJ diperjelas oleh MK. Pasal yang dimaksud, yaitu pasal 273 ayat (1), yang menyatakan, 'Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.'

Lalu, penjelasan Pasal 273, yang menyatakan, cukup jelas. "Tidak ada penjelasan siapa penyelenggara jalan yang dimaksud, termasuk pada bagian penjelasan Pasal 273 tidak menjelaskan siapa yang dimaksud Penyelenggara Jalan yang akan menerima sanksi pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban apabila ada yang mengalami kecelakaan akibat jalan rusak," ujar kuasa hukum Irfan, Viktor Santoso Tandiasa.

Victor menilai, ketidakjelasan UU itu mengakibatkan kecelakaan makin banyak. Sebab, tidak ada yang bisa dimintai pertanggungawaban di kasus itu.

Padahal, seharusnya yang bertanggung jawab adalah setidaknya tiga pihak. Yakni, penyelenggara Jalan Umum Nasional yang bertanggung jawab menteri penyelenggara urusan pemerintahan di bidang jalan, penyelenggara Jalan Provinsi adalah Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab adalah Gubernur, dan penyelenggara Jalan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab adalah Bupati/Wali Kota.

Irfan Kamil meminta Menteri dan Kepala Daerah segera memperbaiki jalan rusak maksimal 10 hari sejak kejadian/pelaporan. Bila tidak maka akan dipenjara. Dalam salah satu petitumnya, Irfan menyebutkan setiap penyelenggara jalan yang telah menerima laporan mengenai kerusakan jalan dan tidak melakukan tindakan perbaikan jalan yang rusak dalam waktu 10 hari yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.

"Pendaftaran perkara ini sudah dilakukan pada 22 September 2022 lalu. Hal itu bertepatan dengan ulang tahun Irfan Kamil ke-26," ucap Victor.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement