REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Organisasi Iran Human Rights (IHR) mengungkapkan, tindak kekerasan aparat keamanan Iran dalam merespons gelombang unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini telah menyebabkan sedikitnya 76 orang tewas. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan yang dilaporkan pemerintah Iran.
Direktur IHR Mahmood Amiry-Moghaddam mengatakan, kematian sudah tercatat di 14 provinsi di Iran. Jumlah korban jiwa tertinggi berada di provinsi Mazandaran, yakni sebanyak 25 orang. Sementara di ibu kota Teheran, tercatat tiga kematian.
Menurut IHR, sebagian besar keluarga dari korban tewas telah ditekan untuk tak mengadakan prosesi pemakaman umum. Mereka dipaksa menguburkan keluarganya secara diam-diam pada malam hari. “Banyak keluarga diancam dengan tuntutan hukum jika mereka mempublikasikan kematian mereka,” kata IHR dalam sebuah pernyataan, Senin (26/9/2022), dilaporkan laman Al Arabiya.
Mahmood Amiry-Moghaddam meminta masyarakat internasional mengambil tindakan terhadap Iran. “Kami menyerukan kepada masyarakat internasional untuk secara tegas dan bersatu mengambil langkah-langkah praktis untuk menghentikan pembunuhan serta penyiksaan para pengunjuk rasa,” ucapnya.
Berbeda dengan IHR, menurut data yang dirilis pemerintah Iran, jumlah korban tewas akibat kerusuhan dalam aksi unjuk rasa memprotes kematian Mahsa Amini tercatat sebanyak 41 orang. Jumlah itu termasuk beberapa anggota pasukan keamanan.
Saat ini Iran tengah menghadapi gejolak akibat tewasnya Mahsa Amini, seorang perempuan berusia 22 tahun. Sebelum meninggal, dia diduga dianiaya polisi moral Iran. Amini ditangkap pada 13 September lalu karena hijab yang dipakainya dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.
Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.
Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.
Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes.