Rabu 28 Sep 2022 06:15 WIB

Australia Bentuk Komisi Anti-Korupsi

Komisi Anti Korupsi Australia dapat menyelidiki kasus korupsi serius atau sistemik

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Pemerintah Australia mengatakan akan memperkenalkan legislasi untuk membentuk Komisi Anti-Korupsi Nasional.
Foto: AP Photo/Mark Baker
Pemerintah Australia mengatakan akan memperkenalkan legislasi untuk membentuk Komisi Anti-Korupsi Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pemerintah Australia mengatakan akan memperkenalkan legislasi untuk membentuk Komisi Anti-Korupsi Nasional. Selama bertahun-tahun politisi Australia berdebat mengenai kebutuhan lembaga independen tersebut.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Jaksa Agung Mark Dreyfus mengatakan langkah ini akan "mengembalikan kepercayaan dan integritas pada politik." Dana sebesar 262 juta dolar Australia atau 169,8 juta dolar AS akan diberikan selama empat tahun.

Rancangan undang-undang ini diperkirakan akan diperkenalkan ke parlemen pada Rabu (28/9/2022). Komisi itu dapat menyelidiki kasus korupsi serius atau sistemik di kementerian pemerintah federal, parlemen, staf dan pegawai politik, atau kontraktor sampau entitas pemerintah.

Dalam pernyataannya, Selasa (27/9/2022) pemerintah Australia mengatakan lembaga itu akan memiliki wewenang retrospektif dan dapat menemukan tindak pidana korupsi atau mengirimkan kasusnya ke polisi atau jaksa umum negara bagian.

Lembaga anti-korupsi negara bagian New South Wales telah menggelar penyelidikan pada politis dan sumbangan politik di negara bagian terkaya di Australia. Hasilnya dalam satu dekade terakhir dua orang perdana menteri dari Partai Liberal mundur.

Pemerintah Liberal mantan Perdana Menteri Scott Morrison yang kalah dalam pemilihan bulan Mei lalu menolak pembentukan lembaga anti-korupsi tingkat federal. Di tengah kritikan atas sifat dari sidang anti-korupsi di New South Wales dan karir yang hancurkan walaupun korupsi tidak ditemukan.

Dalam pernyataannya pemerintah Australia mengatakan komisi anti-korupsi nasional nantinya dapat menggelar sidang terbuka "dalam situasi yang luar biasa", dan ketika kepentingan publik dipertaruhkan. Temuan komisi akan menjadi subjek peninjauan yudisial.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement