Selasa 27 Sep 2022 15:41 WIB

Jepang Bantah Tuduhan Spionase kepada Pejabat Konsulat di Rusia

Jepang menuduh Rusia melakukan interogasi yang kejam.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno berbicara pada konferensi pers reguler di Tokyo Senin, 262 September 2022. Jepang menyatakan keprihatinan besar tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir Rusia terhadap Ukraina ketika juru bicara pemerintah pada hari Senin mengumumkan larangan tambahan ekspor bahan kimia barang-barang yang berhubungan dengan senjata ke Rusia.
Foto: Kyodo News via AP
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno berbicara pada konferensi pers reguler di Tokyo Senin, 262 September 2022. Jepang menyatakan keprihatinan besar tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir Rusia terhadap Ukraina ketika juru bicara pemerintah pada hari Senin mengumumkan larangan tambahan ekspor bahan kimia barang-barang yang berhubungan dengan senjata ke Rusia.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang memprotes Rusia atas penahanan seorang pejabat konsulat Jepang atas tuduhan spionase. Tokyo menyangkal tuduhan itu dan menuduh pihak berwenang Moskow melakukan interogasi yang kejam.

"Kegiatan ilegal yang dituduhkan oleh pihak Rusia sama sekali tidak berdasar," kata Kepala Sekretaris Kabinet Hirokazu Matsuno.

Baca Juga

Kementerian Luar Negeri Jepang menyatakan pada Selasa (27/9/2022), pejabat itu ditahan pada 22 September dan diinterogasi dengan mata tertutup, tangan, dan kepalanya ditekan dan tidak bisa bergerak. Kondisi itu mendorongnya untuk mengajukan protes dan menuntut permintaan maaf.

Matsuno menegaskan, perlakuan pihak berwenang Rusia terhadap pejabat konsulat mengintimidasi selama interogasi. Penanganan pejabat konsuler seperti itu melanggar konvensi Wina dan perjanjian Jepang-Rusia atas urusan konsuler.

“Ini sangat disesalkan dan sama sekali tidak dapat diterima,” kata Matsuno.

Matsuno mengatakan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang Takeo Mori memanggil duta besar Rusia dan memprotes keras. Dia menuntut permintaan maaf resmi dari pemerintah Rusia dan langkah-langkah untuk mencegah terulangnya kembali. Pejabat konsuler sejak itu dibebaskan tanpa masalah kesehatan dan akan kembali ke Jepang.

Sehari sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Rusia memberi tahu Kedutaan Besar Jepang di Moskow bahwa pejabat tersebut telah dinyatakan sebagai “persona non grata” atau orang yang tidak diinginkan. Penetapan ini dengan alasan dia melakukan kegiatan spionase ilegal dan memerintahkannya untuk meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam.

Rusia mengatakan pada Senin (26/9/2022), telah menahan seorang pejabat konsulat Jepang yang berbasis di kota timur Vladivostok karena meminta informasi terbatas. "Seorang diplomat Jepang ditahan saat menerima, dengan imbalan imbalan finansial, informasi terbatas tentang kerja sama Rusia dengan negara lain di kawasan Asia-Pasifik,” ujar Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) yang merupakan agen penerus KGB.

FSB mengidentifikasi pejabat itu sebagai Tatsunori Motoki. Badan intelijen Rusia itu menuduhnya mencari informasi tentang dampak sanksi Barat di wilayah Primoriye di sekitarnya.

Perselisihan tersebut adalah contoh terbaru dari memburuknya hubungan antara kedua negara atas sanksi Jepang terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Jepang dan Rusia telah mengusir sejumlah diplomat, sementara Rusia membatalkan negosiasi damai dengan Jepang yang mencakup pembicaraan tentang pulau-pulau sengketa yang dikuasai Rusia yang menurut Jepang dilakukan Uni Soviet pada akhir Perang Dunia II.

Istana Kremlin telah berulang kali menyebut Jepang sebagai negara bermusuhan, sama dengan sebutan untuk Amerika Serikat (AS), negara-negara Uni Eropa, dan sekutu Barat. Penunjukan ini terjadi sejak Tokyo bergabung dengan negara Barat dalam menjatuhkan sanksi terhadap Moskow setelah pasukannya memasuki Kiev pada 24 Februari.

Dalam sanksi terbaru, pemerintah Jepang melarang ekspor bahan yang dapat digunakan untuk senjata kimia ke 21 organisasi Rusia, termasuk laboratorium sains. Langkah itu disetujui oleh Kabinet menyusul keputusan menteri luar negeri G7 pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement