REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, upaya menegakkan netralitas aparatur sipil negara (ASN) saat gelaran Pemilu 2024 bukanlah pekerjaan mudah. Sebab, ASN sebenarnya tidak berdaya menolak paksaan agar berpihak pada salah satu calon.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menyebut, ketidakberdayaan ASN adalah sebuah fakta objektif. Di suatu daerah, kata dia, ASN yang bersikap netral justru dianggap bermasalah. ASN yang netral itu akan kehilangan jabatannya ketika kepala daerah terpilih mulai menduduki jabatan kepala daerah.
Contoh nyatanya ditemukan sendiri oleh Bahtiar ketika menjadi penjabat Gubernur Kepulauan Riau pada 2020 lalu. Dia mendapati sejumlah ASN di sana memberikan dukungan pada salah satu calon gubernur yang sedang berkontestasi. Bahtiar lantas mengumpulkan para ASN yang tak netral itu, lalu menegur semberi melontarkan ancaman kepada mereka.
"Rupanya mereka tidak takut dengan saya. 'Pak, saya lebih takut berhenti jadi kepala dinas dari pada bapak ancam saya'," kata Bahtiar dalam Rakornas Bawaslu dan Kepada Daerah terkait netralitas ASN, yang dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa (27/9/2022).
Menurut Bahtiar, para ASN sampai ketakutan begitu karena mereka diancam dan diteror oleh calon kepala daerah. Demi menyelamatkan jabatan, mereka akhirnya melanggar prinsip netralitas ASN. "Jadi, memang ada situasi ketidakberdayaan teman-teman ASN," ujarnya.
Bahtiar mengatakan, kendati ketidakberdayaan ASN itu adalah fakta, tapi aturan yang berlaku tetap akan menjerat mereka yang tak netral saat Pemilu. Aturan yang ada saat ini belum didesain untuk menjerat orang yang memaksa dan meneror ASN agar berpihak pada salah satu calon.
Hukum positif yang mengatur netralitas ASN adalah UU Pemilu dan sejumlah Surat Keputusan Bersama (SKB). "Apabila ASN tidak netral, maka ada konsekuensi hukum, mulai dari hukuman paling ringan sampai hukum yang terberat," ujar Bahtiar.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengingatkan para ASN agar tidak melanggar prinsip netralitas ketika menggunakan media sosial saat gelaran Pemilu Serentak 2024. Bawaslu juga mewanti-wanti agar ASN tidak menjadi buzzer atau pendengung salah satu calon di jagat maya.
"Kami harapkan ASN tidak termasuk buzzer yang kemudian membuat fitnah, hoaks dan lain-lain. Ini yang perlu kita jaga ASN ke depan," kata Bagja dalam kesempatan sama.
Bagja pun meminta pejabat pembina kepegawaian (PPK) di semua instansi untuk mensosialisasikan ihwal netralitas di media sosial ini kepada ASN masing-masing. Upaya pencegahan itu diharapkan bisa menekan jumlah kasus pelanggaran netralitas saat Pemilu 2024.