REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Seorang anggota senior kepemimpinan Taliban di Afghanistan telah meminta penguasa baru negara itu untuk membuka kembali sekolah bagi anak perempuan. Pejabat senior itu mengatakan, Islam tidak melarang perempuan untuk mengenyam pendidikan.
Seruan dari Wakil Menteri Luar Negeri Taliban, Sher Mohammad Abbas Stanikzai muncul pada Selasa (27/9/2022) selama pertemuan Taliban di Kabul. Seruan Stanikzai adalah suara moderat yang langka di tengah tindakan keras Taliban sejak mereka merebut kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021.
“Sangat penting bahwa pendidikan harus diberikan kepada semua, tanpa diskriminasi. Perempuan harus mendapatkan pendidikan, tidak ada larangan dalam Islam untuk pendidikan anak perempuan," ujar Stanikzai, dilansir Aljazirah, Rabu (28/9/2022).
Stanikzai pernah menjadi kepala tim Taliban dalam pembicaraan dengan Amerika Serikat di Qatar pada 2020. Pembicaraan itu mengarah pada kesepakatan antara Taliban dan Washington untuk menarik pasukan asing dari Afghanistan.
“Jangan sampai memberikan kesempatan kepada orang lain untuk membuat gap antara pemerintah dan masyarakat. Jika ada masalah teknis, itu perlu diselesaikan, dan sekolah untuk anak perempuan harus dibuka," kata Stanikzai.
Sejak kembali berkuasa, Taliban telah menutup sekolah menengah perempuan di seluruh negeri. Taliban juga memerintahkan perempuan untuk memakai jilbab di tempat kerja dan menutupi wajah mereka dengan cadar di depan umum. Taliban melarang perempuan bepergian jarak jauh tanpa ditemani oleh kerabat dekat laki-laki.
Taliban mengatakan, mereka sedang merancang sebuah rencana untuk membuka sekolah menengah bagi anak perempuan. Tetapi mereka belum memberikan kerangka waktu.
PBB telah menyebut larangan sekolah bagi anak perempuan Afghanistan sangat memalukan. PBB memperkirakan, lebih dari satu juta anak perempuan telah dilarang bersekolah di sebagian besar sekolah menengah dan sekolah menengah atas selama setahun terakhir.
Larangan tersebut menargetkan siswa perempuan dari kelas tujuh hingga 12. Larangan ini berdampak pada anak perempuan berusia 12 tahun hingga 18 tahun.
Larangan tersebut telah menuai kecaman dan sanksi internasional. Taliban mengatakan, larangan ini bertujuan untuk menjaga kepentingan nasional dan kehormatan perempuan.
PBB semakin khawatir bahwa pembatasan pendidikan anak perempuan, serta langkah-langkah lain yang membatasi kebebasan dasar masyarakat, akan memperdalam krisis ekonomi Afghanistan. Negara tersebut telah mengalami krisis kemanusiaan yang cukup dalam. Lebih dari separuh penduduk Afghanistan menghadapi kelaparan dan bergantung pada bantuan Internasional.