Rabu 28 Sep 2022 14:15 WIB

Warga Rusia Berbondong-bondong Melarikan Diri dari Tugas Perang

Sekitar 194 ribu warga negara Rusia yang telah melarikan diri ke negara tetangga

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Warga Rusia berbaris untuk mendapatkan Personal Identification Number (INN) Kazakhstan di pusat layanan publik di Almaty, Kazakhstan, Selasa, 27 September 2022. Sehari setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi sebagian untuk memperkuat pasukannya di Ukraina, banyak warga Rusia yang meninggalkan rumah mereka.
Foto: Vladimir Tretyakov/NUR.KZ via AP
Warga Rusia berbaris untuk mendapatkan Personal Identification Number (INN) Kazakhstan di pusat layanan publik di Almaty, Kazakhstan, Selasa, 27 September 2022. Sehari setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi sebagian untuk memperkuat pasukannya di Ukraina, banyak warga Rusia yang meninggalkan rumah mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, TALLINN -- Seorang warga Rusia, Vsevolod membutuhkan empat hari berkendara dari Moskow ke perbatasan selatan Rusia dengan Georgia.  Dia harus meninggalkan mobilnya di titik tertentu dan melanjutkan dengan berjalan kaki.

Pada Selasa (27/9/2022), Vsevolod akhirnya menyelesaikan perjalanan sejauh 1.800 kilometer dan melintasi perbatasan. Dia berhasil melarikan diri dari panggilan pemerintah Rusia untuk berperang di Ukraina.

Baca Juga

“Pada usia 26 tahun, saya tidak ingin dibawa pulang dengan berlapis seng (peti mati) atau menodai tangan (saya) dengan darah seseorang karena perang, (untuk memenuhi keinginan) satu orang dalam membangun sebuah kerajaan,” kata Vsevolod kepada The Associated Press, dan meminta agar nama belakangnya tidak digunakan karena alasan keamanan.

Vsevolod adalah salah satu dari sekitar 194 ribu warga negara Rusia yang telah melarikan diri ke negara tetangga seperti Georgia, Kazakhstan dan Finlandia. Sebagian besar warga Rusia melarikan diri dengan mobil, sepeda atau berjalan kaki. Mereka melarikan diri sejak Presiden Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi sebagian pasukan cadangan untuk berperang di Ukraina.

Eksodus massal pria Rusia mulai berlangsung pada 21 September, tak lama setelah pidato Putin yang menyerukan mobilisasi pasukan cadangan. Awalnya, mereka membeli tiket pesawat dengan harga yang melonjak tajam. Namun beberapa pria Rusia lainnya memilih untuk bepergian dengan mobil bersama teman-teman, keluarga, atau bahkan pergi sendirian. Mereka mengantre selama berjam-jam untuk mencapai perbatasan.

Menurut situs website Yandex Maps, kemacetan lalu lintas menuju Verkhny Lars, yaitu perbatasan yang melintasi Georgia dari wilayah Ossetia Utara Rusia, membentang sekitar 15 kilometer pada Selasa. Media sosial menunjukkan, ratusan pejalan kaki berbaris di pos pemeriksaan setelah penjaga perbatasan Rusia melonggarkan peraturan dan mengizinkan orang untuk menyeberang dengan berjalan kaki. Antrean panjang juga dilaporkan di beberapa pos penyeberangan ke Kazakhstan.

Kementerian Dalam Negeri Georgia mengatakan, lebih dari 53 ribu orang Rusia telah memasuki negara itu sejak pekan lalu. Sementara pejabat Kementerian Dalam Negeri Kazakhstan mengatakan, sebanyak 98 ribu orang Rusia menyeberang ke negara itu.  

Badan Penjaga Perbatasan Finlandia mengatakan, lebih dari 43 ribu orang Rusia tiba pada periode yang sama.  Laporan media juga mengatakan 3.000 orang Rusia lainnya memasuki Mongolia, yang juga berbatasan dengan negara itu.

Pihak berwenang Rusia berusaha untuk membendung arus keluar warganya, dan melarang beberapa orang pergi dengan mengutip undang-undang mobilisasi. Namun praktik itu tidak berhasil. Banyak pria Rusia yang memenuhi syarat perang melarikan diri dari negara mereka. Polisi di Ossetia Utara mengatakan, kantor pendaftaran darurat akan didirikan di persimpangan Verkhny Lars.

Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengatakan, pemerintah akan mengerahkan sekitar 300 ribu orang yang pernah ikut bertempur sebelumnya atau berasal dinas militer lainnya yang akan dikerahkan. Tetapi laporan telah muncul dari berbagai wilayah Rusia bahwa perekrut sedang mengumpulkan orang-orang di luar deskripsi itu. Hal ini memicu ketakutan bahwa pemerintah akan melakukan pemanggilan yang lebih luas, sehingga para pria yang sudah cukup umur untuk ikut berperang memilih melarikan diri.

Baca juga : Taliban Umumkan Kesepakatan Impor dengan Rusia

"Ada risiko bahwa mereka akan mengumumkan mobilisasi penuh," ujar seorang pria asal St. Petersburg yang tiba di Kazakhstan pada Selasa dan menolak disebutkan namanya.

Pria itu mengatakan, dia mengemudi selama tiga hari dari rumahnya ke Uralsk di barat laut Kazakhstan dekat perbatasan. Dia mengatakan, pernyataan mobilisasi Putin memiliki interpretasi yang lebih luas.

“Orang-orang khawatir bahwa cepat atau lambat, mobilisasi penuh akan diumumkan, dan tidak ada yang bisa melintasi perbatasan," ujar pria itu.

Kazakhstan dan Georgia menawarkan bebas visa bagi warga negara Rusia. Kedua negara ini menjadi tujuan paling populer bagi mereka yang bepergian melalui darat untuk menghindari panggilan perang. Sementara orang Rusia yang hendak memasuki Finlandia dan Norwegia memerlukan visa.

Georgia agak khawatir dengan masuknya orang Rusia, terutama setelah negara itu berperang singkat dengan Moskow pada 2008. Politisi oposisi telah menuntut pemerintah mengambil tindakan keras terhadap orang-orang Rusia yang tiba di Georgia. Tindakan keras itu mulai dari memperkenalkan visa hingga melarang mereka masuk. Namun hingga kini, Georgia belum melakukan tindakan apapun.

Baca juga : Mantan Presiden Rusia: Kami Dapat Gunakan Senjata Nuklir untuk Pertahankan Diri

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement