REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengingatkan pentingnya realisasi pembatasan pembelian BBM Subsidi. Saat ini dibutuhkan landasan hukum agar BBM subsidi semakin tepat sasaran demi memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman berharap revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak segera diundangkan. "Kuota tahun ini pertalite 23,05 juta kiloliter, dari prognosa yang kita buat hingga September ini maka nanti total konsumsi tahunan bisa mencapai tambahan 6,8 juta kiloliter," ujarnya, Rabu (28/9/2022).
Guna mencegah pendistribusian tidak tepat sasaran, Saleh menegaskan, diperlukan pendistribusian secara tertutup, sehingga subsidi energi bisa tepat sasaran, sesuai dengan Undang-Undang Energi.
Salah satu opsi untuk mengatasi kekurangan BBM akibat pemakaian yang melebihi kuota, adalah dengan membatasi pembelinya. ’’ Opsi itu yang sedang kita diskusikan agar selesai pada bulan ini,’’ ucap Saleh.
Adapun penerapannya, perlu ada revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak terus disuarakan sejumlah pihak.
’’Kenapa perlu direvisi, khususnya pertalite Karena saat ini kita belum punya regulasi yang mengatur konsumen pengguna pertalite. Perpres 191 yang ada saat ini sudah mengatur penggunaan solar bagi nelayan, UMKM, kendaraan roda 4 dan roda 6, kecuali angkutan tambang dan perkebunan. Tapi pertalite belum ada,” ucapnya.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono berharap revisi terhadap Perpres 191/2014 segera diselesaikan. ’’Kita berharap Perpres yang mengatur subsidi BBM agar tepat sasaran. Pengemudi ojol maupun transportasi umum itulah yang berhak mendapatkan subsidi,’’ ucapnya.
Menurut Igun, semakin lama Perpres yang mengatur pembelian BBM bersubsidi terbit, bertambah lama pula rekan-rekannya pengemudi ojek online menjadi korban. ’’Kami ojek online merasa jadi korban. Orang-orang kaya yang mau dicabut subsidinya, tapi kami juga kena,’’ ucapnya.