REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menunda sidang gugatan perdata pencabutan surat kuasa Bharada E terhadap Deolipa Yumara. Alasannya, hakim ketua berhalangan hadir pada sidang pada Rabu (28/9/2022).
Sidang diambil alih oleh hakim anggota II, Anry Widyo Laksono yang menyatakan sidang ditunda selama satu pekan dan kembali digelar pada Rabu (5/10/2022) mendatang. Hakim memerintahkan kepada penggugat II dan memanggil penggugat II.
"Saya sebagai hakim anggota II saja. Ketua majelis hari ini belum bisa hadir. Jadi saya tentukan untuk persidangan besok jam satu. Tetapi setelah itu biar nanti ketua majelis yang menentukan. Ditunda satu pekan jam satu siang, perintah untuk memanggil penggugat II. Sidang ditutup," kata Hakim Anry.
Dalam sidang tersebut, sempat diwarnai perdebatan terkait waktu sidang pekan depan, antara Deolipa Yumara selaku penggugat II dan Ronny B Talapesy selaku tergugat II yang merupakan pengacara resmi Bharada Richard Eliezer (Bharada E) saat ini. Ditemui usai persidangan, Ronny Talapesy menyatakan, tidak hadirnya penggugat II dalam persidangan tadi mengganggu konsentrasi pihaknya dalam menghadapi sidang pidana yang dijalankan oleh Bharada E (kasus pembunuhan Brigadir J).
"Kami sampaikan bahwa Bharada E sudah tidak mau pengacara yang lama. Jadi mau dipaksa seperti apa pun tidak akan bisa," kata Ronny.
Ronny juga menegaskan soal gugatan Rp 15 miliar yang diajukan oleh Deolipa, kliennya tidak punya uang untuk membayar gugatan tersebut. Sementara itu, kuasa hukum Bharada E untuk kasus perdata, Rory Sagala menyebutkan gugatan Rp 15 miliar itu mengada-ngada.
Jika pengacara Deolipa ditunjuk oleh negara, maka dalam KUHAP disebut sebagai pro bono. "Jadi tidak ada dasarnya dia (Deolipa) menuntut Rp 15 miliar. Jadi gugatan ini tidak berdasar, tidak ada kontrak, bahkan kalau ada kontrak itu ranahnya wanprestasi. Itu sama sekali enggak ada kontrak. Kami yakin bahwa penggugat tidak akan bisa membuktikan dalil-dalil di persidangan," kata Rory.