Kamis 29 Sep 2022 03:24 WIB

Johanis Tanak Ingin Ada Keadilan Restoratif di Kasus Korupsi

Johanis Tanak membandingkan restorative justice dalam korupsi dengan UU BPK.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Johanis Tanak usai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Foto: Prayogi/Republika
Johanis Tanak usai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi III DPR memilih Johanis Tanak sebagai komisioner baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggantikan Lili Pintauli Siregar. Pada proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR RI, Johanis mewacanakan penggunaan restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus tindak pidana korupsi.

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Karena itu, penghentian penyidikan dan penuntutan perkara korupsi karena alasan telah mengembalikan kerugian negara merupakan alasan yang tidak tepat.

Baca Juga

"Namun hal itu (restorative justice) sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada bahwasanya peraturan yang ada sebelumnya dikesampingkan oleh peraturan yang ada setelah itu," ujar Johanis di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/9/2022).

"Di mana, kalau saya mencoba menggunakan restorative justice dalam korupsi, saya akan menggunakan adalah UU tentang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," sambungnya.

Ia mengatakan, jika BPK menemukan suatu kerugian keuangan negara maka lembaga tersebut akan memberikan kesempatan selama 60 hari kepada yang diduga melakukan kerugian keuangan negara untuk mengembalikkan kerugian negara. "Tetapi saya kemudian berpikir, kalau mengembalikkan keuangan negara berarti pembangunan dapat berlanjut. Tapi dia sudah melakukan satu perbuatan yang menghambat pelaksanaan proses pembangunan," ujar Johanis.

Restorative justice itu belum diatur dalam UU Tipikor. Namun, kekosongan hukum itu dapat diisi dengan suatu peraturan di antaranya peraturan presiden (Perpres).

"Nantinya ketika ada orang yang melakukan tindak pidana korupsi, saya berharap dia dapat mengembalikkan uang tersebut, tetapi dia kena denda juga, kena sanksi juga," ujar Johanis.

"Jadi kalau dia merugikan negara 10 juta, saya berharap dia mengembalikkan ke negara 20 juta. Jadi uang negara tidak keluar, PNBP (penerimaan negara bukan pajak) untuk negara ada," sambungnya. 

Johanis terpilih sebagai komisioner baru KPK setelah memperoleh 38 suara, sedangkan kandidat lain, yakni I Nyoman Wara, mendapatkan 14 suara. Dari 54 anggota Komisi III DPR, 53 di antaranya memberikan suaranya. 

Adapun, satu surat suara tidak sah dan satu anggota Komisi III tak memberikan suaranya karena tak hadir dalam uji kelayakan dan kepatutan. "Berdasarkan hasil dari perolehan suara, seleksi calon pimpinan KPK masa jabatan 2019-2023 sebagai berikut atas nama Johanis Tanak, terpilih menjadi calon pimpinan KPK masa jabat 2019-2023," ujar Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir yang kemudian mengetuk palu persetujuan, Rabu (28/9/2022).

"Hasil pemilihan ini akan kami sampaikan dalam rapat paripurna yang terdekat," sambungnya.

Ketua KPK Firli Bahuri mengucapkan selamat bergabung kepada Johanis Tanak. "Untuk saudara Johanis Tanak, saya mengucapkan selamat atas terpilihnya  untuk melanjutkan pengabdian di KPK sebagai Wakil Ketua KPK. Selamat datang dan selamat bergabung dalam barisan KPK. Mari kita bersihkan negeri ini dari praktik-praktik korupsi," kata Firli dalam keterangannya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement