Kamis 29 Sep 2022 07:25 WIB

Ini Visi yang Dibawa Johanis Tanak Sebagai Pengganti Lili di KPK

Johanis Tanak akan mendasarkan restorative justice pada UU tentang BPK.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Calon Pimpinan KPK Pengganti Johanis Tanak memnyampaikan paparan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pimpinan KPK Pengganti diikuti dua orang yakni Johanis Tanak dan I Nyoman Wara untuk menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri. Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Calon Pimpinan KPK Pengganti Johanis Tanak memnyampaikan paparan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pimpinan KPK Pengganti diikuti dua orang yakni Johanis Tanak dan I Nyoman Wara untuk menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri. Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap dua calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti Lili Pintauli Siregar. Salah satunya adalah Johanis Tanak yang mewacanakan penggunaan restorative justice atau keadilan restoratif dalam kasus tindak pidana korupsi.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Sehingga penghentian penyidikan dan penuntutan perkara korupsi karena alasan telah mengembalikan kerugian negara merupakan alasan yang tidak tepat.

Baca Juga

"Namun hal itu (restorative justice) sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada bahwasanya peraturan yang ada sebelumnya di kesampingkan oleh peraturan yang ada setelah itu," ujar Johanis di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (28/9/2022).

"Dimana, kalau saya mencoba menggunakan restorative justice dalam korupsi, saya akan menggunakan adalah UU tentang BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," sambungnya.

Ia melanjutkan, jika BPK menemukan suatu kerugian keuangan negara, maka lembaga tersebut akan memberikan kesempatan selama 60 hari kepada yang diduga melakukan kerugian keuangan negara untuk mengembalikkan kerugian negara.

"Tetapi saya kemudian berpikir, kalau mengembalikan keuangan negara berarti pembangunan dapat berlanjut. Tapi dia sudah melakukan satu perbuatan yang menghambat pelaksanaan proses pembangunan," ujar Johanis.

Meskipun restorative justice itu belum diatur dalam UU Tipikor, tetapi bisa diisi dengan suatu peraturan untuk mengisi kekosongan hukum tersebut. Salah satunya dengan peraturan presiden (Perpres). "Nantinya ketika ada orang yang melakukan tindak pidana korupsi, saya berharap dia dapat mengembalikkan uang tersebut, tetapi dia kena denda juga, kena sanksi juga," ujar Johanis.

"Jadi kalau dia merugikan negara 10 juta, saya berharap dia mengembalikkan ke negara 20 juta. Jadi uang negara tidak keluar, PNBP (penerimaan negara bukan pajak) untuk negara ada," sambungnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement