Kamis 29 Sep 2022 07:22 WIB

AS Serukan Warganya Tinggalkan Rusia

AS serukan warganya segera meninggalkan Rusia terutama yang berkewarganegaraan ganda

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Warga Rusia berbaris untuk mendapatkan Personal Identification Number (INN) Kazakhstan di pusat layanan publik di Almaty, Kazakhstan, Selasa, 27 September 2022. Sehari setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi sebagian untuk memperkuat pasukannya di Ukraina, banyak warga Rusia yang meninggalkan rumah mereka.
Foto: Vladimir Tretyakov/NUR.KZ via AP
Warga Rusia berbaris untuk mendapatkan Personal Identification Number (INN) Kazakhstan di pusat layanan publik di Almaty, Kazakhstan, Selasa, 27 September 2022. Sehari setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi sebagian untuk memperkuat pasukannya di Ukraina, banyak warga Rusia yang meninggalkan rumah mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyeru warganya yang berada di Rusia untuk segera meninggalkan negara tersebut agar terhindar dari wajib militer. Seruan tersebut terkhususkan kepada mereka yang berkewarganegaraan ganda AS-Rusia.

Deplu AS mengungkapkan, bagi warga yang ingin meninggalkan Rusia, opsi penerbangan komersial terbatas. “Jika Anda ingin meninggalkan Rusia, Anda harus membuat pengaturan independen sesegera mungkin,” katanya dalam sebuah pernyataan, Rabu (28/9/2022).

Baca Juga

Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Moskow turut merilis peringatan kepada warga AS yang juga memiliki kewarganegaraan Rusia. “Rusia dapat menolak untuk mengakui kewarganegaraan ganda AS, menolak akses mereka ke bantuan konsuler AS, mencegah keberangkatan mereka dari Rusia, dan wajib militer berkewarganegaraan ganda untuk dinas militer,” katanya.

Kedubes AS di Moskow mengaku kemampuannya membantu warga AS di Rusia sangat terbatas. Mereka khawatir situasinya semakin memburuk di kemudian hari. Saat ini terdapat kebijakan wajib militer bagi warga Rusia. Hal itu membuat warga di sana “kabur” ke negara-negara tetangga Rusia, termasuk Eropa.

Pada Selasa (27/9/2022), Kazakhstan mengungkapkan, mereka telah menerima kedatangan 98 ribu warga Rusia. Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mengatakan, negaranya berkomitmen melindungi warga Rusia yang “kabur” untuk menghindari “situasi tanpa harapan”. Pernyataan Tokayev cukup janggal karena dia merupakan sekutu Vladimir Putin.

Sementara itu, badan perbatasan Uni Eropa, Frontex, mengungkapkan, warga Rusia yang memasuki wilayah mereka meningkat signifikan. "Selama sepekan terakhir, hampir 66 ribu warga Rusia memasuki Uni Eropa, lebih dari 30 persen dibandingkan pekan sebelumnya. Sebagian besar dari mereka tiba di Finlandia dan Estonia," kata Frontex dalam sebuah pernyataan pada Selasa lalu.

Frontex mengungkapkan, selama empat hari terakhir saja, 30 ribu warga Rusia telah tiba di Finlandia. Menurut Frontex, mayoritas warga Rusia yang menyeberang ke Uni Eropa memiliki izin tinggal, visa, atau memiliki kewarganegaraan ganda.

“Frontex memperkirakan, penyeberangan perbatasan ilegal kemungkinan akan meningkat jika Federasi Rusia memutuskan untuk menutup perbatasan untuk calon wajib militer,” kata Frontex seraya menambahkan bahwa dalam jangka panjang peningkatan tinggal ilegal oleh warga Rusia di Uni Eropa juga mungkin terjadi.

Pada Senin (26/9/2022) lalu, Uni Eropa, yang beranggotakan 27 negara, mulai membahas tentang bagaimana memperlakukan wajib militer Rusia. Namun sejauh ini mereka belum menemukan kesepakatan.

Pada 21 September lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan tentang mobilisasi militer parsial di Rusia. “Kita berbicara tentang mobilisasi parsial, yaitu warga negara yang memenuhi syarat saat ini akan dikenakan wajib militer, dan mereka yang bertugas di angkatan bersenjata dengan spesifikasi militer tertentu serta pengalaman yang relevan," kata Putin dalam pidato pengumumannya.  

Putin mengatakan, keputusan untuk mobilisasi parsial bertujuan untuk melindungi Rusia dan seluruh rakyatnya. "Ini untuk melindungi tanah air kita, kedaulatan dan integritas teritorialnya, guna memastikan keamanan rakyat kita dan orang-orang di wilayah yang dibebaskan," ucapnya.

Kata-kata "wilayah yang dibebaskan" yang disinggung Putin dalam pernyataannya mengacu pada wilayah Ukraina yang kini sudah berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Konflik Rusia-Ukraina sudah berlangsung selama tujuh bulan. Belum ada tanda-tanda kedua negara akan terlibat dalam negosiasi perdamaian maupun gencatan senjata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement