Kamis 29 Sep 2022 11:09 WIB

Selandia Baru akan Larang Ekspor Hewan Hidup Mulai Tahun Depan

Larangan ekspor hewan hidup setelah insiden kapal ternak yang tewaskan 41 awak

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Anak sapi dari Peternakan Yougawalla di Australia Barat lahir dengan tanda yang mirip dengan peta Australia dibagian perutnya.
Foto: abc
Anak sapi dari Peternakan Yougawalla di Australia Barat lahir dengan tanda yang mirip dengan peta Australia dibagian perutnya.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON - Pemerintah Selandia Baru akan melarang ekspor hewan hidup mulai April tahun depan. Hal ini diatur setelah dua tahun insiden kapal ternak tenggelam yang menewaskan 41 awak dan 6.000 ternak.

Insiden tenggelamnya Gulf Livestock 1 karena topan September 2020 membantu pemerintah menggembleng gerakan untuk melarang ekspor domba dan sapi hidup. RUU amandemen  kesejahteraan hewan ditandatangani menjadi undang-undang pada Kamis (29/9/2022). Pemerintah mengatakan UU akan melindungi reputasi Selandia Baru karena konsumen menjadi lebih sadar secara etis.

"Ini melindungi reputasi bukan hanya peternak kita sekarang, tetapi juga peternak masa depan," kata Menteri Pertanian Damien O'Connor seperti dikutip laman The Guardian, Kamis (29/9/2022)

Ekspor hewan hidup telah lama menjadi kontroversi di Australia dan Selandia Baru. Awal tahun ini, lebih dari 15 ribu domba tenggelam setelah kapal ekspor hewan hidup tenggelam di Sudan, dan pada 2020 sebuah kapal terbalik menewaskan 14 ribu domba. Pada 2021, 3.000 sapi terdampar di laut selama tiga bulan yang menyebabkan banyak yang mati, sekarat, kelaparan, atau sangat dehidrasi.

Selandia Baru menjadi negara yang sulit bagi perjalanan laut oleh hewan. "Keterpencilan Selandia Baru berarti hewan berada di laut untuk waktu yang lama, meningkatkan kerentanan mereka terhadap tekanan panas dan risiko terkait kesejahteraan lainnya,” kata O'Connor.

"Terlepas dari tindakan regulasi apa pun yang dapat kami lakukan, waktu pelayaran dan perjalanan melalui daerah tropis ke pasar belahan bumi utara akan selalu menimbulkan tantangan," ujarnya melanjutkan.

Semua ekspor ternak negara melalui laut akan berhenti pada 30 April 2023. Selandia Baru mengekspor 134.722 sapi tahun lalu, dan ekspor ternak mewakili sekitar 0,6 persen dari ekspor sektor primer. Selandia Baru hanya mengekspor hewan untuk dibiakkan, bukan disembelih.

Langkah tersebut disambut baik oleh Green Party dan aktivis hak-hak binatang. "Ini tidak mungkin datang cukup cepat," kata juru bicara kesejahteraan hewan Greens, Chloe Swarbrick. “Hewan telah menderita dalam ekspor hidup selama bertahun-tahun," imbuhnya.

Partai oposisi Nasional menentang RUU tersebut. Menurut mereka itu adalah tanggapan tidak proporsional dan ideologis terhadap tenggelamnya kapal induk Gulf Livestock 1 yang tragis yang dua awak kapal yang tewas termasuk warga Selandia Baru.

Mereka berpendapat bahwa langkah untuk mengakhiri ekspor hidup dapat mengurangi produk domestik bruto hingga 472 juta dolar AS. Pada 2020, Inggris mengumumkan rencana untuk melarang ekspor hewan hidup untuk disembelih dan penggemukan dari Inggris dan Wales, tetapi rencana itu belum diberlakukan.

Sementara Australia, Perdana Menteri Anthony Albanese, baru-baru ini menegaskan kembali komitmen pemerintahnya untuk mengakhiri perdagangan hewan hidup. Namun mengatakan itu tidak akan dihapus sebelum 2025.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement