REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Jaringan Pemantauan Gletser Swiss (GLAMOS) mengatakan, gletser di Pegunungan Alpen telah mencatat tingkat pencairan terburuknya sejak pencatatan dimulai lebih dari satu abad lalu. Alpen kehilangan enam persen dari volume gletser yang tersisa tahun ini atau hampir dua kali lipat rekor sebelumnya pada 2003.
Kepala GLAMOS, Matthias Huss mengatakan, pencairan gletser tercatat sangat ekstrem tahun ini sehingga batu gundul yang telah terkubur selama ribuan tahun muncul kembali di satu tempat. Bahkan jasad manusia hingga bangkai pesawat yang hilang di Pegunungan Alpen beberapa dekade lalu ditemukan. Gletser kecil lainnya menghilang.
"Kami tahu dengan skenario iklim bahwa situasi ini akan datang, setidaknya di suatu tempat di masa depan," kata Huss seperti dilansir laman Reuters, Kamis (29/9/2022). "Dan menyadari bahwa masa depan sudah ada di sini, saat ini, ini mungkin pengalaman paling mengejutkan musim panas ini," imbuhnya.
Lebih dari setengah gletser di Pegunungan Alpen berada di Swiss di mana suhu naik sekitar dua kali rata-rata global. Para ilmuwan di seluruh Pegunungan Alpen, termasuk Huss, telah diwajibkan untuk melakukan pekerjaan perbaikan darurat di puluhan lokasi di seluruh Pegunungan Alpen karena es yang mencair berisiko mencabut tiang pengukur dan merusak data mereka.
Kerugian besar tahun ini, yang berjumlah sekitar 3 kilometer kubik es, adalah hasil dari hujan salju musim dingin yang sangat rendah yang dikombinasikan dengan gelombang panas berturut-turut. Hujan salju mengisi kembali es yang hilang setiap musim panas dan membantu melindungi gletser dari pencairan dengan memantulkan sinar matahari kembali ke atmosfer.
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, gletser Pegunungan Alpen diperkirakan akan kehilangan lebih dari 80 persen massanya saat ini pada tahun 2100. Menurut laporan 2019 oleh Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim, banyak gletser yang akan hilang terlepas dari tindakan emisi apapun akibat dari pemanasan global yang dipicu oleh emisi di masa lalu.