REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian BUMN belum dapat memastikan alokasi dana cadangan investasi BUMN sebesar Rp 5,7 triliun. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Kementerian BUMN masih menunggu keputusan lebih lanjut dari Kemenkeu dan DPR.
"Apakah yang Rp 5,7 triliun untuk (BUMN) yang mana dan untuk apa masih belum tahu," ujar Arya saat Ngopi BUMN di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (29/9).
Kementerian BUMN, ucap Arya, akan memetakan skala prioritas dalam penentuan BUMN yang mendapatkan dana cadangan investasi tersebut. Sebelumnya, pemerintah dan DPR hanya menyetujui PMN tahun anggaran sebesar Rp 41,31 triliun dari usulan awal yang sebesar Rp 67,82 triliun.
"Kalau melihat dari (usulan) Rp 67 triliun itu kan kita masih kurang, kita tentu akan melihat mana yang prioritas dan sangat dibutuhkan, itu yang akan dialokasikan," ucap Arya.
Arya juga belum bisa memastikan bahwa dana cadangan investasi nantinya digunakan untuk tambahan modal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Menurut Arya, Kementerian BUMN masih menunggu hasil dari proses audit BPKP dan Komite KCJB mengingat adanya cost overrun atau pembengkakan biaya proyek tersebut.
"Masih menunggu hasil BPKP, kan ada keputusan mereka dikasih PMN kalau audit BPKP sudah keluar cost over run, makanya kalau itu keluar, komite KCJB akan umumkan berapa yang sebenarnya dibutuhkan," lanjut Arya.
Arya menyampaikan, tambahan dana dari pemerintah amat dibutuhkan bagi BUMN dalam menjalankan penugasan. Arya menilai, pemberian BUMN yang tidak sesuai dengan usulan tentu akan berdampak pada upaya BUMN dalam penyelesaikan penugasan proyek strategis nasional (PSN) yang dicanangkan pemerintah.
"Kalau untuk penugasan ya jelas enggak bisa diteruskan, orang penugasan. Seperti HK (Hutama Karya) kan kurang dari yang diharapkan, berarti itu kan menunggu lagi, mudah-mudahan tahun depan dapat lagi PMN. Untuk aksi korporasi, pasti BUMN mencari alternatif lain. Prosesnya nanti kita lihat bagaimana langkah-langkahnya," kata Arya.