Kamis 29 Sep 2022 17:30 WIB

Uganda Catat Lima Kematian Akibat Ebola

Pemerintah tidak melakukan lockdown karena ebola lebih mudah dikelola daripada Covid.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang korban Ebola dikuburkan di pemakaman Muslim di Beni, di Kongo, pada 14 Juli 2019. Otoritas kesehatan di negara tetangga Uganda pada Selasa, 20 September 2022 melaporkan bahwa seorang pria yang meninggal sehari sebelumnya telah dinyatakan positif terjangkit virus Ebola. virus yang menyebabkan Ebola dan mengacu pada potensi wabah baru.
Foto: AP Photo/Jerome Delay
Seorang korban Ebola dikuburkan di pemakaman Muslim di Beni, di Kongo, pada 14 Juli 2019. Otoritas kesehatan di negara tetangga Uganda pada Selasa, 20 September 2022 melaporkan bahwa seorang pria yang meninggal sehari sebelumnya telah dinyatakan positif terjangkit virus Ebola. virus yang menyebabkan Ebola dan mengacu pada potensi wabah baru.

REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Lima orang telah meninggal karena wabah Ebola di Uganda. Presiden Yoweri Museveni mengatakan, pemerintah tidak akan memerintahkan penguncian karena wabah ebola lebih mudah dikelola daripada Covid-19.

Wabah ebola yang mematikan diumumkan pekan lalu, memicu kekhawatiran terhadap krisis kesehatan besar di negara berpenduduk 45 juta orang itu. Sejauh ini, belum ditemukan vaksin untuk jenis penyakit ebola Sudan yang menyebar di Uganda terbaru.

Baca Juga

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Presiden Museveni mengatakan, selain lima kematian ebola yang dikonfirmasi, 19 kematian lainnya kemungkinan disebabkan oleh ebola karena menunjukkan gejala serupa. Tetapi sampel dari 19 orang yang meninggal dunia itu tidak diambil untuk mengkonfirmasi hal ini sebelum kematian mereka.

Museveni mengatakan, 19 kasus penyakit lainnya juga telah dikonfirmasi, katanya. Dari 19 kasus baru ebola yang dikonfirmasi enam di antaranya adalah petugas kesehatan, termasuk empat dokter, satu ahli anestesi dan satu mahasiswa kedokteran.  

"Cuci tangan dengan sabun dan air atau gunakan pembersih berbasis alkohol. Hindari kontak dengan cairan tubuh dari siapa pun," kata Museveni.

Museveni menambahkan bahwa wabah ebola lebih mudah ditangani daripada virus corona, yang ditularkan melalui udara. Ebola terutama menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi.  

Orang yang terinfeksi ebola memiliki gejala kelemahan intens, nyeri otot, sakit kepala dan sakit tenggorokan, muntah, diare dan ruam. Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan jenis Ebola Sudan kurang menular dan telah menunjukkan tingkat kematian yang lebih rendah dalam wabah sebelumnya daripada Ebola Zaire. Jenis Ebola Zaire menewaskan hampir 2.300 orang dalam epidemi 2018-2020 di negara Republik Demokratik Kongo.

Infeksi terbaru ebola terjadi di distrik Mubende di Uganda tengah, yang terletak sekitar 140 kilometer sebelah barat ibu kota Kampala. Sejak itu, wabah menyebar ke dua kabupaten lagi.

“Pemerintah memiliki kapasitas untuk mengendalikan wabah ini seperti yang telah kita lakukan sebelumnya. Oleh karena itu, tidak perlu ada kecemasan, kepanikan, pembatasan pergerakan atau penutupan tempat-tempat umum,” kata Museveni.

Uganda yang berbatasan dengan Republik Demokratik Kongo (DRC) telah mengalami beberapa wabah ebola di masa lalu. Kasus paling baru terjadi pada 2019, ketika setidaknya lima orang meninggal. DRC bulan lalu mencatat kasus baru di wilayah timur, kurang dari enam minggu setelah epidemi di barat laut negara itu dinyatakan berakhir.

Tingkat kematian akibat ebola biasanya tinggi, berkisar hingga 90 persen. Virus ebola pertama kali diidentifikasi pada 1976 di DRC. Inang virus ini berasal dari kelelawar. Wabah ebola memicu serangkaian epidemi di Afrika yang menewaskan sekitar 15 ribu orang.

Penularan ebola pada manusia terjadi melalui cairan tubuh, dengan gejala utama demam, muntah, pendarahan dan diare.Wabah sulit dikendalikan, terutama di lingkungan perkotaan. Orang yang terinfeksi tidak menular sampai muncul gejala yaitu setelah masa inkubasi antara dua dan 21 hari.

Saat ini tidak ada obat berlisensi untuk mencegah atau mengobati ebola. Berbagai obat eksperimental sedang dikembangkan dan ribuan orang telah di DRC dan beberapa negara tetangga telah divaksinasi.

Epidemi ebola terburuk terjadi di Afrika Barat antara 2013 dan 2016 yang menewaskan lebih dari 11.300 orang. DRC telah mengalami sejumlah epidemi ebola. Epidemi ebola yang paling mematikan terjadi pada 2020 dan menewaskan 2.280 orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement