Jumat 30 Sep 2022 07:39 WIB

Stafsus Menteri BUMN: Kenaikan Harga BBM adalah Pilihan yang Sulit

Pemerintah alokasikan Rp500 Triliun subsidi kenaikan harga BBM

Sejumlah pengendara mengantre untuk mengisi BBM di Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah alokasikan Rp502,4 triliun subsidi kenaikan harga BBM
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah pengendara mengantre untuk mengisi BBM di Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah alokasikan Rp502,4 triliun subsidi kenaikan harga BBM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pemerintah telah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi lebih dari tiga kali lipat pada 2022. 

Staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan pemerintah pun merealokasikan APBN melalui berbagai bantuan sosial sebesar Rp502,4 triliun. 

Baca Juga

Besaran subsidi yang fantastis tersebut, kata Arya, seharusnya patut diapresiasi  masyarakat Indonesia. Alih-alih memuji, kata Arya, masyarakat justru memprotes, melayangkan kritik pedas terhadap pemerintah terkait kebijakan penyesuaian harga BBM subsidi ini. 

"Kita harus pahami, anggaran tersebut darimana lagi, dari utang? Coba cari, tidak ada negara lain yang memberikan subsidi itu sebesar Rp500 Triliun, Malaysia cuma Rp100 Triliun, negara mana yang siap memberikan," tantang Arya Sinulingga dalam Forum Monitor bertajuk 'Kenaikan Harga BBM dan Realokasi Subsidi Tepat Sasaran untuk Rakyat, Kamis (29/9/2022) siang. 

Arya memastikan langkah penyesuaian harga BBM merupakan pilihan sulit yang berat diambil pemerintah. Sebab menurutnya, kondisi ekonomi global saat ini tidak dapat diprediksi siapapun terutama akibat perang Rusia dan Ukraina. 

"Masa usaha pemerintah yang begitu besar, kita tidak mau hargai. Kalau dulu tidak ada perang Rusia Ukraina, mungkin tidak akan ada kenaikan harga (BBM). Kita harus tahu juga kondisi pemerintah seperti itu. Pemerintah juga tidak ingin menaikkan harga BBM, cuma dari mana lagi uang itu diambil. Tidak ada yang bisa memprediksi kondisi ekonomi hari ini," jelas Arya. 

Sementara itu, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, menjelaskan hingga akhir semester 1  2022, tren ICP dan Kurs terus meningkat yang berdampak pada potensi kenaikan harga BBM. 

Namun kata dia, Pemerintah saat itu masih menahan kenaikan harga BBM khususnya Solar, Pertalite, dan Pertamax. 

Akibat harga BBM tidak naik khususnya jenis Solar dan Pertalite, Irto menegaskan hal tersebut berdampak pada peningkatan besaran subsidi dan dana kompensasi yang harus ditanggung oleh negara. 

Sebagai badan usaha yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan BBM subsidi, Irto menegaskan Pertamina akan berkomitmen mengawal distribusi BBM ke seluruh penjuru daerah terutama Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Pertamina menyalurkan BBM subsidi ke SPBU serta melalui 7000 lembaga penyalur yang dimiliki. 

Dia pun menjamin stok persediaan Bahan bakar Minyak (BBM) Subsidi tercukupi dan aman hingga akhir tahun 2022. "Kami pastikan stok (BBM) mencukupi, dan masyarakat tidak perlu khawatir soal itu," kata dia. 

Dalam kesempatan itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengungkapkan pemerintah hingga sampai saat ini belum membuat kebijakan yang mengatur terkait dengan pembatasan penggunaan BBM subsidi.  

"Revisi Perpres Nomor 191 tahun 2014 pun masih belum terbit sampai hari ini, mudah mudahan segera bisa diterbitkan," ujar Mamit Setiawan.

Dia menilai langkah pemerintah mengalihkan subsidi BBM dalam bentuk bantuan sosial lain sudah tepat, sehingga perlu didukung. 

Namun Mamit meminta agar pemerintah terus memastikan penerima manfaat bantuan sosial tersebut tepat sasaran. 

"Apa yang dilakukan Pemerintah sudah tepat dan perlu kita dukung, tetapi kita harus kawal terus. Yang harus kita kawal, yaitu bagaimana pembagian BLT dan BLU itu benar-benar tepat sasaran, karena sampai saat ini, masih banyak aduan-aduan yang masuk ke saya bahwa mereka yang mendapatkan BLU-nya itu lagi, itu lagi orangnya, dan mereka orang mampu yang sebenarnya tidak layak mendapatkan BLT. Ini menjadi upaya yang harus diperbaiki," kata Mamit menyarankan. 

Anggota Komite II DPR RI, Angelius Wake Kako, dalam kesempatan itu juga mengingatkan, masyarakat Indonesia tidak bisa selamanya mengandalkan energi fosil seperti minyak dan gas. Sebab, cadangan migas terus menipis. 

"Akhirnya saya juga berpikir, ternyata kita adalah sudah bukan masa depan lagi untuk Indonesia sudah selesai sebenarnya, kita sudah tidak punya waktu lama lagi kecuali ada temuan-temuan cadangan-cadangan yang baru," ujar Angelo, sapaan karib Angelius. 

Dia menambahkan, situasi global saat ini juga telah mengarahkan seluruh masyarakat dunia agar mengedepankan pola hidup green energy. 

Maka dari itu, pemerintah seharusnya mengampanyekan bahan bakar ramah lingkungan dan tidak terlalu membanggakan minyak dan gas. 

“Ini yang menjadi di satu sisi kesempatan untuk Indonesia untuk sudah harus mulai berpikir untuk tinggalkan ini segera tinggalkan energi fosil ini segera karena banyak sudah bukan masa depan,” katanya.    

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement