BNPT Jalin Sinergi Perkuat Moderasi Beragama di Yogyakarta

Red: Fernan Rahadi

Logo Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Logo Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). | Foto: Dok resmi bnpt.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Generasi Z dan generasi milenial antara usia 14-39 tahun disebut menjadi generasi yang paling banyak terpapar virus radikal terorisme. Karena itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun menjalin sinergi dengan stakeholder terkait untuk melakukan penguatan moderasi beragama.

Hal itu dinilai penting sebagai vaksinasi kepada para pelajar dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme di lingkungan sekolah. Seperti di DIY yang mana sebagai kota pelajar, maka murid sekolah harus diberikan divaksinasi agar mereka kebal.

“Kami bekerja sama dengan stakeholder terkait untuk memberikan vaksinasi berupa moderasi beragama. Dalam konteks ini kebijakan pentahelix yaitu melibatkan multipihak dalam penanggulangan radikal terorisme ini,” ujar Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid pada Sarasehan Penguatan Moderasi Beragama dan Pencegahan Radikalisme dan Ekstremisme di Kalangan Guru SMA/SMK di DIY di Yogyakarta, Selasa (27/9/2022) lalu.

Ia menjelaskan, kebijakan pentahelix dengan bersinergi dengan pihak pemerintah yaitu kementerian/lembaga/pemda. Kemudian komunitas masyarkaat kegamaan termasuk NU, dan Muhammmadiyah, media, dan civitas akademika, serta pelaku usaha. Terkait hal ini, para guru SMA/SMK atau sederajat di DIY kedepannya bisa memberikan imunitas kepada para murid-murid.

Menurutnya, hal-hal seperti ini harus terus digelorakan bersama karena guru atau penceramah itu berpotensi menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar radikalisme itu sendiri.

"Kalau gurunya sudah moderat dan kuat dalam membangun moderasi beragama, insya allah akan ditransformasikan kepada anak didiknya. Ini penting untuk memutuskan kaderisasi paham radikal terorisme," kata Nurwakhid.

Jenderal yang ternyata pernah nyantri di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki Ini menegaskan bahwa virus radikal terorisme bisa mengenai siapa saja. Karena itu bagi yang moderat harus diberikan vaksinasi  ideologi supaya imun sehingga tidak terpapar. Kemudian yang OTG yang sudah dengan ciri dan indikasi, seperti intoleran terhadap keragaman dan perbedaaan, anti pemerintah yang sah, anti pancasila, anti budaya, anti kearifan lokal, sudah takfiri dengan mengkafirkan orang lain dan negara ini, maka itu kita berikan kontra radikalisasi, termasuk kontra propaganda, dan kontra ideologi.

Sementara bagi mereka yang termasuk sudah radikal akut, kemudian bergabung dengan kelompok teror, kemudian unsur tindak dipidana sudah terpenuhi, maka akan dilakukan dengan preventif justice akan ditangkap dan diproses hukum yang menjadi ranah Densus 88 Antiteror Mabes Polri dibawah kooordinasi BNPT.

Ia menegaskan bahwa moderasi beragama itu bukan moderasi agama. Disebut moderasi beragama karena agama itu itu sendiri sudah moderat. Sebaliknya kalau tidak moderat itu biasanya lupa beragama.

"Kenapa kita bicara moderasi beragama? Karena agama sejatinya wasathiyah, Tuhan menciptakan atau menjadikan agama untuk moderat yaitu di tengah-tengah, sehingga bisa rahmatan lil alamin, bisa menebar kasih sayang untuk semuanya. Tidak rahmatan lil islam, bukan rahmatan lil muslim, tapi semuanya,” tutur Nurwakhid.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


Pentingnya Moderasi Beragama Bagi Anak

Kemenag Gelar Workshop Moderasi Beragama untuk Pelaku Perbukuan

Ini 12 Penyebab Munculnya Sikap Ekstrem dan Berlebih-Lebihan dalam Beragama   

Stafsus: Moderasi Beragama Bisa Disisipkan pada Materi Manasik Haji

Prof Azyumardi Azra Selalu Bicara Moderasi Islam

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark