Jumat 30 Sep 2022 16:01 WIB

Tim PPHAM tak Bekerja untuk Jadi Sarana Impunitas Pelaku

Penyelesaian kasus HAM secara yudisial dan non yudisial dinilai sama-sama penting.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Pelaksana Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Prof Makarim Wibisono.
Foto: Antara/Wahyu Putro
Ketua Pelaksana Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Prof Makarim Wibisono.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pelaksana Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Prof Makarim Wibisono menegaskan timnya dibentuk bukan untuk membuat pelaku pelanggaran HAM lolos dari jerat hukum. Ia menjamin pembentukan tim PPHAM tak memperluas praktik impunitas pelanggar HAM.

Prof Makarim menyampaikan keberadaan tim PPHAM tak lantas membuat proses hukum kasus pelanggaran berhenti. Tim PPHAM, lanjut dia, tetap mendukung terselenggaranya pengadilan HAM.

Baca Juga

"(Tim ini jadi sarana impunitas?) Oh salah sama sekali. Kami kan tidak melarang pengadilan HAM berat, kan sudah ada undang-undangnya, silakan (disidangkan)," kata Prof Makarim kepada Republika, Kamis (29/9/2022).

Prof Makarim sinyalkan bahwa penyelesaian kasus HAM secara yudisial dan non yudisial sama-sama penting. Keduanya dianggap akan bermanfaat bagi korban.

Hanya saja, untuk saat ini Prof Makarim memandang langkah penyelesaian non yudisial lebih memungkinkan untuk dicapai. Sebab jalur yudisial justru mandeg.

"Di tengah ketidakadaan kemajuan soal hal itu kenapa kita tidak berbuat sesuatu yang bermanfaat," ujar Prof Makarim.

Selain itu, Prof Makarim meyakini instrumen hukum tim PPHAM sudah memadai untuk bekerja. Ia menjamin tim PPHAM bakal bekerja dengan mengutamakan perspektif korban sesuai tujuan pembentukkannya.

"Kepores berisi mekanisme non yudisial di dalam itu jelas arahnya orientasinya untuk korban. Kita coba mengatasi masalah-masalah penderitaan korban baik berupa rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa, dan sebagainya caranya supaya bisa diterima keluarga korban sebagai sesuatu yang adil lah," ucap Prof Makarim.

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu. Keppres ini diteken pada 26 Agustus 2022 lalu

Tim PPAHM ini memiliki tugas untuk melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional HAM sampai 2020. Tim PPAHM juga bertugas untuk merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya, serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat tidak kembali terulang di masa yang akan datang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement