REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengatakan, demokrasi di Indonesia tidak bisa ditilik dari satu sudut pandang. Anies menyebut dampak kontestasi politik yang bersinggungan dengan polarisasi, tidak hanya soal faktor agama.
“Kontestasi polarisasi emosi itu sangat tergantung pada siapa yang ada di lapangan,” kata Anies di The Tribrata, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Menurutnya, dalam polarisasi suatu kontestasi yang mencerminkan emosi, bisa memicu banyak hal. Dia mencontohkan, selain agama, isu gender bisa muncul jika tokoh yang akan dipilih adalah lelaki dan perempuan.
“Kalau calonnya adalah satu dari Jawa, satu dari Sunda, maka isu etnis akan dominan di situ, kalau calonnya beda agama, maka isu agama akan muncul,” katanya.
Dengan demikian, dia menampik identitas agama menjadi satu-satunya yang hadir dalam suatu kontestasi berujung polarisasi. Karena itu, dia meminta adanya pengertian bersama terkait perbedaan aspek emosional.
“Lalu ada aspek program nih yang biasanya kita bandingkan. Jadi saya melihat kita perlu makin hari makin mendorong, kita semua untuk melihat, satu, rekam jejak dari siapapun yang ada di dalam lapangan,” kata
Mantan mendikbud itu menyebut, peninjauan lebih jauh selama masa kampanye menjadi penting. Terlebih, saat semua calon bisa saling melabelkan hal-hal negatif satu sama lain.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat menyatakan siap berkontestasi di Pilpres 2024 menjadi calon presiden (capres) meski, ia mengakui belum mengamankan dukungan dari partai politik (parpol). Anies, yang jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada 16 Oktober 2022, saat ini muncul menjadi di antara kandidat bakal capres dengan elektabilitas tertinggi.