Jumat 30 Sep 2022 16:47 WIB

Mahkamah Konstitusi Thailand Tetapkan PM Prayuth Tetap Menjabat Hingga 2025

Konstitusi mulai berlaku setelah Prayuth mengambil alih kekuasaan.

Rep: Dwina Agustin/Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menghadiri debat tidak percaya di Parlemen di Bangkok, Thailand, pada 19 Juli 2022. Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan Jumat, 30 September, bahwa Prayuth dapat tetap dalam pekerjaannya dan tidak melanggar konstitusi ketentuan membatasi dia untuk delapan tahun di kantor.
Foto: AP Photo/Sakchai Lalit
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha menghadiri debat tidak percaya di Parlemen di Bangkok, Thailand, pada 19 Juli 2022. Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan Jumat, 30 September, bahwa Prayuth dapat tetap dalam pekerjaannya dan tidak melanggar konstitusi ketentuan membatasi dia untuk delapan tahun di kantor.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Mahkamah Konstitusi Thailand pada Jumat (30/9/2022), memutuskan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha tidak melebihi maksimum masa jabatan delapan tahun. Pengadilan mengumumkan keputusannya dalam kasus yang diajukan oleh partai oposisi Pheu Thai meminta kejelasan waktu pasti masa jabatan Prayuth berakhir.

Pengadilan yang beranggotakan sembilan orang itu mengatakan dalam pendapat mayoritas, konstitusi mulai berlaku setelah Prayuth mengambil alih kekuasaan, batas masa jabatan tidak berlaku untuk masa jabatannya sebelumnya. Dalam pembacaan putusan selama 25 menit, pengadilan menegaskan masa jabatan Prayuth sebagai perdana menteri harus dihitung sejak 2017. Tahun itu konstitusi baru disahkan sebagai undang-undang.

Baca Juga

Keputusan itu akan menjadi dorongan bagi Prayuth melawan empat mosi tidak percaya dari anggota parlemen, kasus konflik kepentingan, dan protes besar yang menantang kepemimpinannya dan monarki. Pria berusia 68 tahun ini sebelumnya telah diskors dari jabatannya saat pengadilan mempertimbangkan kasus tersebut.

Sebuah jajak pendapat pada awal Agustus menunjukkan popularitas Prayuth memudar, dengan hampir dua pertiga orang yang disurvei ingin dia meninggalkan kepemimpinan Thailand. Sementara sepertiga lebih suka menunggu putusan pengadilan.

Pensiunan jenderal itu adalah pemimpin junta dan perdana menteri dari 2014 hingga pemilihan pada 2019, setelah itu parlemen baru memilihnya sebagai perdana menteri tetap. Partai Pheu Thai yang memimpin pemerintah yang digulingkan dalam kudeta militer oleh Prayuth pada 2014, yakin perdana menteri itu telah mencapai batas delapan tahun sejak bulan lalu dan mengajukan petisi ke pengadilan untuk memperjelasnya.

Tapi, para pendukung Prayuth berpendapat, jabatan perdana menteri dimulai ketika sebuah konstitusi baru diumumkan pada 2017. Bahkan, beberapa pendukung yang lain mengatakan itu dimulai setelah pemilihan 2019.

Keputusan pengadilan membuat Prayuth dapat tetap menjadi perdana menteri hingga 2025, jika terpilih kembali. Komisi Pemilihan Thailand menyatakan, pemilihan harus diadakan paling lambat 7 Mei tahun depan. 

Batasan masa jabatan delapan tahun dimaksudkan untuk menargetkan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, seorang miliarder populis yang digulingkan oleh kudeta militer pada 2006 tetapi mesin politiknya tetap kuat. Tentara pada 2014 juga menggulingkan pemerintahan saudara perempuan Thaksin, Yingluck Shinawatra, yang dipaksa turun dari jabatannya sesaat sebelum pengambilalihan oleh keputusan pengadilan yang kontroversial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement