REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menegaskan bahwa rokok elektrik bukan rokok yang sehat. Bahayanya sama dengan rokok biasa atau konvensional.
"Ada tiga persamaan dasar bahwa rokok elektronik ini sama bahayanya dengan rokok konvensional," jelasn dr Agus dalam media briefing yang dilaksanakan secara daring, Jumat (30/9/2022).
Pertama, rokok elektrik dan konvensional sama-sama ada nikotin. Fakta ini tidak bisa disangkal lagi.
Sebagian besar rokok elektronik, menurut dr Agus, mengandung nikotin yang menyebabkan adiksi dan penyakit kardiovaskular. Kedua, rokok elektrik mengandung bahan karsinogen yang menjadi penyebab kanker.
Lantas, uap rokok elektrik mengandung bahan-bahan toksik yang merangsang iritatif dan merangsang terjadinya peradangan. Ketiga, bahan tersebut disebut dr Agus memiliki dampak yang sama dengan rokok konvensional yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti paru kronis, penyakit pembuluh darah, hingga strok.
"Memang ada bahan-bahan di rokok konvensional yang tidak ada di rokok elektrik, sebaliknya ada bahan-bahan yang tidak ada di rokok konvensional ada di rokok elektrik," ujarnya.
Lebih lanjut, dr Agus menyampaikan, berdasarkan risetnya bersama dokter paru lainnya, kadar nikotin pada urine pengguna rokok elektrik sebanyak 276,1 ng/ml atau setara dengan kadar nikotin perokok konvensional yang mengonsumsi 5 batang rokok per hari. Kemudian sebanyak 76,5 persen laki-laki pengguna rokok elektrik mempunyai ketergantungan nikotin.
Selain itu, berdasarkan Jurnal Respirologi Indonesia pada 2019, pajanan asap rokok konvensional menyebabkan kerusakan terbesar paru tikus putih (Rattus) sama maknanya dengan rokok elektrik kadar 3 miligram. "Jadi kalau orang memakai rokok elektrik kadarnya 3 miligram, itu sama kerusakannya dengan menghirup rokok konvensional," ucap dr Agus.