Jumat 30 Sep 2022 17:38 WIB

Jerman Kembali Aktifkan Dana Stabilisasi Ekonomi

Krisis energi mengancam Jerman ke dalam resesi.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Kanselir Jerman Olaf Scholz, tengah, Menteri Ekonomi dan Iklim Robert Habeck, kiri, dan Menteri Keuangan Christian Lindner, kanan, memberi pengarahan kepada media selama konferensi pers tentang situasi pasokan energi di Jerman di kanselir di Berlin, Jerman, Kamis, 9 September. 29, 2022. Scholz muncul melalui tautan video saat dia dikarantina karena virus corona.
Foto: AP Photo/Markus Schreiber
Kanselir Jerman Olaf Scholz, tengah, Menteri Ekonomi dan Iklim Robert Habeck, kiri, dan Menteri Keuangan Christian Lindner, kanan, memberi pengarahan kepada media selama konferensi pers tentang situasi pasokan energi di Jerman di kanselir di Berlin, Jerman, Kamis, 9 September. 29, 2022. Scholz muncul melalui tautan video saat dia dikarantina karena virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman berencana gelontorkan anggaran hingga 200 miliar euro atau 195 miliar dolar AS untuk membantu konsumen dan bisnis, karena lonjakan harga energi. Krisis energi mengancam Jerman ke dalam resesi.

Kanselir Jerman Olaf Scholz, pada Kamis (29/9/2022) mengatakan, pemerintah mengaktifkan kembali dana stabilisasi ekonomi yang sebelumnya digunakan selama krisis keuangan global dan pandemi virus corona. Dana tersebut akan digunakan untuk membatasi harga yang harus dibayar pelanggan untuk gas alam, yang digunakan untuk memanaskan rumah dan pembangkit listrik. Pemerintah mencabut biaya tambahan untuk gas alam yang diusulkan sebelumnya.

Baca Juga

“Orang dapat mengatakan ini adalah pukulan ganda,” kata Scholz, yang berbicara pada konferensi pers melalui tautan video karena sedang isolasi mandiri setelah terinfeksi Covid-19.

Scholz mengatakan keputusan Rusia untuk mengurangi gas alam ke Eropa dan kebocoran pada pipa gas Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 menunjukkan bahwa, pasokan energi Rusia tidak dapat diharapkan dalam waktu dekat. Pejabat Eropa mengatakan, pengurangan gas oleh eksportir milik negara Rusia, Gazprom adalah pemerasan energi yang ditujukan untuk menekan pemerintah Eropa atas dukungan mereka untuk Ukraina dan sanksi terhadap Moskow.

"Kami sangat siap untuk situasi. Kami telah mengambil keputusan yang memungkinkan kami untuk menghadapi situasi yang berubah ini," kata Scholz.

Dana tersebut adalah bagian dari upaya luas di seluruh Eropa untuk memberikan bantuan pada tagihan energi bagi rumah tangga dan bisnis. Tingkat inflasi Jerman mencapai dua digit untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, yaitu mencapai 10,9 persen pada September.  Ekonom terkemuka memperingatkan Jerman menghadapi resesi karena kenaikan harga makanan, bahan bakar, listrik, dan pemanas.

"Kita sedang meluncur ke dalam resesi dan hanya akan keluar dari resesi musim semi mendatang. Beban utama saat ini dirasakan oleh rumah tangga swasta, yang menderita kehilangan daya beli yang besar," kata ekonom Torsten Schmidt dari Leibniz Institute for Economic Research.  

Selama bertahun-tahun Jerman sangat bergantung pada gas murah dari Rusia. Bisnis yang menggunakan banyak energi telah terpukul keras setelah pemotongan Gazprom, yang membuat harga gas melonjak. Pemerintah dan utilitas telah beralih ke gas cair yang lebih mahal.

Gas cair ini didatangkan dengan kapal dari sejumlah pemasok baru, termasuk Amerika Serikat. Gas cair telah mengisi penyimpanan bawah tanah Jerman hingga 91 persen menjelang musim dingin.  

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement