REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi masyarakat sipil Muslim telah memperingatkan tentang meningkatnya gelombang Islamofobia yang disponsori negara di Eropa pada konferensi keamanan dan hak asasi manusia utama di Polandia. Prancis, Denmark, dan Austria termasuk di antara negara-negara yang menurut para juru kampanye berkontribusi terhadap penindasan sistematis masyarakat sipil Muslim di seluruh benua.
Berbicara pada Konferensi Dimensi Manusia Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) di Warsawa pada Kamis (29/19/2022), Manajer Proyek di Pusat Hak Muslim (CEDA) di Denmark Lamies Nassri mengatakan Islamofobia menyebar ke seluruh Eropa dan meminta pemerintah untuk melindungi warga Muslim mereka.
“Adalah tanggung jawab Anda sebagai negara-negara anggota untuk memastikan warga negara ini dilindungi dari rasisme negara, pengawasan, stigmatisasi, dan kekerasan baik secara simbolis maupun fisik,” kata Nassri mengatakan kepada para delegasi, dilansir di Middle East Eye, Jumat (30/9/2022).
Menyoroti situasi di Denmark, Nassri mengatakan Islamofobia diaktifkan secara langsung melalui kebijakan dan partisipasi negara dan tidak lagi menjadi isu sayap kanan tetapi dibagikan di seluruh spektrum politik. Nassri mengatakan banyak Muslim di Denmark menghadapi diskriminasi melalui kategorisasi negara orang-orang dari latar belakang non-Barat yang, katanya, lebih diutamakan daripada hak-hak mereka sebagai warga negara Denmark.
Hukum Ghetto
Dia mengutip dampak pada komunitas Muslim dari apa yang disebut “hukum ghetto” sebuah paket tindakan yang ditargetkan pada lingkungan yang dirampas dengan populasi besar dari latar belakang migran dan etnis minoritas yang menurut pemerintah Denmark diperlukan untuk mempromosikan integrasi.
Menurut Nassri, undang-undang itu diskriminatif terhadap Muslim dan etnis minoritas, merampas hak-hak mereka dan menggambarkan mereka sebagai musuh di dalam negara, yang hidup dalam masyarakat paralel yang harus diperangi.
“Kami juga melihat penargetan ini dalam cara keluarga Muslim digambarkan sebagai penindas dan pengontrol terhadap anak-anak mereka dan, dengan demikian, perlu diawasi,” tambahnya.
Para pegiat dari Prancis menyoroti dampak pada komunitas Muslim dari apa yang disebut ‘piagam imam’ yang diadopsi tahun lalu oleh Dewan Iman Muslim Prancis atas perintah Presiden Prancis Emmanuel Macron. Elias d'Imzalene dari LSM Prancis Perspectives Musulmanes mengatakan piagam itu merupakan ‘kebijakan Orwellian’ yang berusaha memaksakan pembacaan baru tentang Islam yang diperintahkan oleh negara.