REPUBLIKA.CO.ID, Salah satu tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang cukup terkenal adalah DN Aidit. Ia aktif dalam kancah perpolitikan nasional saat partai itu masih eksis.
Namun, sejak tragedi 30 September 1965 lampau atau banyak dikenal tragedi G30S PKI, sang pemimpin PKI, Aidit melarikan diri. Satu per satu pemimpin dan kader PKI ditangkap.
Aidit pun pada akhirnya tertangkap di Solo, tepatnya di Kampung Sambeng, Kelurahan Mangkubumen pada 22 November 1965.
Tempat Aidit ditangkap kini dinamakan kampung Sidorejo. Ia dibekuk di salah satu rumah kontrakan yang dulunya milik Kasim, seorang pegawai Bea Cukai.
Seorang saksi hidup, Suprapto yang kini sudah berusia senja (70), masih ingat bagaimana jelang penangkapan Aidit. Baginya, penangkapan tersebut masih lekat di ingatannya meski dulu ia baru bocah berusia 13 tahun. Saat itu, kata ia, banyak mobill tentara yang berjaga di sekitar rumahnya.
Wajar, rumahnya memang tak sampai sepelemparan batu dari rumah yang diduga jadi tempat persembunyian Aidit tersebut. Waktu itu, jelas Prapto, semua penduduk desa yang sudah dewasa dipanggil di markas tentara.
”Semua laki-laki dibawa ke Baluwarti, yang dulunya markasnya tentara itu. Saya tidak (dipanggil) karena saat itu saya dianggap masih kecil, wong saya masih SR (sekolah rakyat). Tapi bapak saya ikut dibawa, ya karena tidak salah dan tidak ada kaitannya dipulangkan,” katanya.