REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) mengikuti aturan terkait revitalisasi Halte Bundaran HI. Kepatuhan pada aturan agar tak melanggar prosedur mengingat adanya cagar budaya di lokasi tersebut.
"Semua yang dibangun oleh TransJakarta sudah ada landasan hukumnya, sudah ada peraturannya. Kita taat pada peraturan dan hukum," kata Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Mochammad Yana Aditya saat memberikan keterangan di Kantor TransJakarta, Cawang, Jakarta Timur, Jumat (30/9/2022).
Yana menambahkan, Transjakarta mengikuti aturan hukum yang berlaku terkait proses revitalisasi Halte Bundaran HI yang dianggap melanggar prosedur terkait cagar budaya. "Kalau memang aturan mengatakan hal yang beda, ya, kami ikuti. Tapi saat ini aturan mengatakan boleh," ujar Yana.
Namun, Yana enggan berkomentar ketika ditanya apakah Transjakarta telah mengikuti rekomendasi dari Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta dan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) mengenai revitalisasi Halte Bundaran HI tersebut.
Sebelumnya, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan Tim Sidang Pemugaran (TSP) DKI Jakarta menyebutkan, proyek revitalisasi Halte TransJakarta Bundaran Hotel Indonesia (HI) melanggar prosedur terkait cagar budaya karena tidak melalui sidang di tim tersebut. "Jadi, seharusnya memang semua objek diduga cagar budaya itu melalui Tim Sidang Pemugaran," kata Ketua TSP Boy Bhirawa saat dihubungi di Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Menurut dia, ketinggian bangunan halte bus Transjakarta yang sedang direvitalisasi tersebut menutupi Bundaran HI, termasuk Patung Selamat Datang. Dia mengatakan, lokasi itu merupakan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) yang perlakuannya sama dengan cagar budaya.
"Jadi, visual objek cagar budaya itu tidak boleh ditutupi," kata Boy.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Candrian Attahiyyat mengatakan, ada beberapa opsi yang kemungkinan dapat dilaksanakan. Misalnya bangunan direndahkan atau dibongkar.
Kendati demikian, proyek revitalisasi itu sudah dibangun dan sedang dikebut pengerjaannya. "Memang ini masalahnya visual sejarah," katanya.