REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seseorang bertanya terkait dengan kesederhanaan Nabi Muhammad SAW selama sebelum diutus dan setelahnya. Hal ini ditanyakan seorang penanya melalui About Islam.
Kemudian pertanyaan tersebut dijawab oleh tim redaksi About Islam, yakni jika membandingkan kehidupan Nabi Muhammad sebelum misinya sebagai nabi dan kehidupan setelahnya, maka beliau tidak pernah mengklaim kenabian untuk mendapatkan keuntungan materi, kebesaran, kemuliaan, atau kekuasaan.
Sebelum misinya sebagai nabi, Nabi Muhammad tidak memiliki kekhawatiran tentang keuangan. Sebagai saudagar yang sukses dan bereputasi baik, Nabi Muhammad memperoleh penghasilan yang memuaskan dan nyaman.
Sementara setelah misinya sebagai Nabi, ada penurunan tajam dalam status keuangannya. Dari istri Nabi, Aisyah radhiyallahu anha, “Pernah kami melalui suatu bulan yang ketika itu kami tidak menyalakan api sekali pun. Yang kami miliki hanya kurma dan air. Kecuali ada yang memberi kami hadiah berupa potongan daging kecil untuk dimakan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Nabi menjalani kehidupan yang sulit ini sampai dia meninggal. Itu dijalani meskipun perbendaharaan umum Muslim tersedia untuknya. Sebagian besar perbendaharaan Semenanjung Arab telah masuk ke dalam Islam sebelum kematiannya.
Keinginan untuk menikmati status dan kekuasaan biasanya dikaitkan dengan makanan enak, pakaian mewah, istana monumental, penjaga berwarna-warni, dan otoritas yang tak terbantahkan. Apakah salah satu dari indikator ini berlaku untuk Nabi Muhammad?
Terlepas dari tanggung jawabnya sebagai nabi, guru, negarawan, dan hakim, Nabi Muhammad biasa memerah susu kambingnya, menambal pakaiannya, memperbaiki sepatunya, membantu keluarganya dengan pekerjaan rumah tangga, dan mengunjungi orang miskin ketika mereka sakit.
Dia juga membantu para sahabatnya menggali parit dengan memindahkan pasir bersama mereka. Hidup beliau merupakan teladan kesederhanaan dan kerendahan hati yang luar biasa.
Para pengikut Nabi Muhammad mencintainya, menghormatinya, dan memercayainya sampai batas tertentu. Namun dia terus menekankan pengagungan harus ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan bukan kepadanya secara pribadi.