REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ke arah perairan timurnya pada Sabtu (1/10). Uji coba ini menjadi peluncuran senjata putaran keempat pekan ini yang dilakukan Pyongyang.
Militer Korea Selatan (Korsel) mengatakan, mendeteksi dua peluncuran rudal Korut dengan selang waktu 18 menit yang datang dari wilayah ibu kota Korut pada Sabtu pagi. Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan, pihaknya juga melihat peluncuran tersebut.
"Penembakan rudal balistik berulang oleh Korut adalah provokasi serius yang merusak perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea dan di komunitas internasional," kata Kepala Staf Gabungan Korsel dalam sebuah pernyataan.
Seoul pun sangat mengutuk peluncuran dan mendesak Pyongyang untuk berhenti menguji rudal balistik. Sedangkan Wakil Menteri pertahanan Jepang Toshiro Ino menyebut peluncuran itu sangat tidak diizinkan. Ino mengatakan, empat kali pengujian rudal oleh Korut dalam seminggu itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut perkiraan Korsel dan Jepang, rudal Korut terbang sekitar 350-400 kilometer pada ketinggian maksimum 30-50 kilometer sebelum mendarat di perairan antara Semenanjung Korea dan Jepang. Ino mengatakan, rudal itu menunjukkan lintasan yang tidak teratur. Sebanyak lima rudal balistik lainnya yang ditembakkan oleh Korut pada tiga kesempatan minggu ini juga menunjukkan lintasan rendah yang serupa.
Beberapa ahli mengatakan, senjata itu adalah rudal berkemampuan nuklir dan sangat bermanuver yang meniru model rudal Iskander Rusia. Rudal mirip Iskander itu mampu menyerang sasaran strategis di Korsel, termasuk pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di sana.
Peluncuran terbaru itu terjadi sehari setelah Korsel, Jepang, dan AS mengadakan latihan anti-kapal selam trilateral pertama dalam lima tahun di lepas pantai timur Semenanjung Korea. Awal pekan ini, kapal perang Korsel dan AS melakukan latihan bilateral di daerah itu selama empat hari.
Kedua latihan militer minggu ini melibatkan kapal induk bertenaga nuklir USS Ronald Reagan dan kelompok tempurnya. Pyongyang memandang latihan militer semacam itu di antara para pesaingnya sebagai latihan invasi dan sering merespons dengan tes senjata.
Uji coba rudal Korea Utara minggu ini juga dilakukan sebelum dan sesudah Wakil Presiden AS Kamala Harris mengunjungi Korsel pada Kamis (29/9). Dalam kesempatan itu, Harris menegaskan kembali komitmen AS yang keras terhadap keamanan sekutu Asianya.
Tahun ini, Pyongyang telah melakukan sejumlah tes rudal yang oleh para ahli disebut sebagai upaya untuk memperluas persenjataannya di tengah diplomasi nuklir yang terhenti dengan Washington. Senjata yang diuji tahun ini termasuk rudal berkemampuan nuklir dengan kemampuan mencapai daratan AS, Korsel, dan Jepang.
Pejabat Korsel dan AS mengatakan, Korut juga telah menyelesaikan persiapan untuk melakukan uji coba nuklir, yang akan menjadi yang pertama dalam lima tahun. Para ahli mengatakan, pemimpin Korut Kim Jong-un akhirnya ingin menggunakan persenjataan nuklir yang diperbesar untuk menekan AS dan negara lain agar menerima negaranya sebagai negara nuklir yang sah. Pengakuan itu pandang perlu untuk memenangkan pencabutan sanksi internasional dan konsesi lainnya.
Berbagai resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) melarang Korut menguji coba rudal balistik dan perangkat nuklir. Peluncuran rudal negara itu tahun ini dipandang sebagai mengeksploitasi perpecahan di DK PBB atas invasi Rusia ke Ukraina dan kompetisi AS-Cina. Pada Mei, Cina dan Rusia memveto upaya pimpinan AS untuk memperketat sanksi terhadap Korut atas peluncuran rudal balistiknya.