REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI melarang aparatur sipil negara (ASN) melakukan aktivitas yang memperlihatkan dukungan kepada salah satu peserta Pemilu 2024 di media sosial. Ketentuan ini bertujuan untuk menegakkan netralitas ASN.
"ASN dilarang menyukai, beri komentar, membagikan informasi dan menunjukkan dukungan kepada peserta pemilu di media sosial," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, dikutip dari situs resminya, Sabtu (1/10).
Bagja menyebut, dalam waktu dekat, Bawaslu akan melakukan kerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk membuat surat keputusan bersama (SKB) terkait netralitas ASN di sosial pada masa pemilu.
"Ini cara Bawaslu untuk menekan pelanggaran netralitas ASN. Sebab pada pemilu dan pemilihan beberapa waktu lalu, Bawaslu mendapat banyak laporan netralitas ASN," kata Bagja.
Berdasarkan data Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada 2020-2021, sebanyak 2.034 ASN dilaporkan diduga melanggar prinsip netralitas. Sebanyak 1.596 terbukti melanggar dan dijatuhi saksi. Sedangkan 1.378 ditindaklanjuti oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dengan penjatuhan sanksi.
Bukan kali ini saja Bagja menyoroti potensi pelanggaran netralitas ASN di media sosial. Saat Rakornas Bawaslu pads Selasa (27/9) lalu, Bagja menegaskan bahwa ASN harus netral, sebagaimana diamanatkan dalam UU ASN.
Bagja pun mewanti-wanti ASN agar tidak menjadi buzzer atau pendengung salah satu kandidat di jagat maya. "Kami harapkan ASN tidak termasuk buzzer yang kemudian membuat fitnah, hoaks dan lain-lain. Ini yang perlu kita jaga ASN ke depan," ujarnya.
Bagja menjelaskan, pihaknya memberikan perhatian khusus pada media sosial karena aktivitas masyarakat di dalamnya bisa membuat eskalasi politik antar calon menjadi panas. Aktivitas yang memicu eskalasi lebih lanjut itu seperti penyebaran konten fitnah, hoaks, dan kampanye hitam.