REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai NasDem Hillary Brigitta Lasut menilai syarat pendaftaran seorang calon presiden (Capres) pantas diubah. Ia memberi opsi agar batas usia seorang capres minimal 21 tahun dan berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi.
"Jangan sampai usia 21 lulusan SMA, terus belum ada pengalaman kerja entah dari mana (jadi Capres)," kata Brigitta pada Sabtu (1/10).
Hal tersebut disampaikan Brigitta dalam diskusi "Dilema Pilpres 2024: Presidential Threshold dan Syarat Minimal Usia Capres-Cawapres" di Jakarta.
Brigitta tak sepakat soal syarat capres yaitu minimal lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan berusia minimal 40 tahun. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Syarat itu, menurutnya, berpotensi menimbulkan capres tak kompeten karena berasal dari dinasti politik.
"Cuma karena dia keturunan 'dewa' mungkin 'titisan' dari atas, dapat honoris kausa dari mana terus dia jadi presiden," ujar Brigitta.
Brigitta juga menyayangkan bila ada individu yang sudah berusia lanjut mendaftar sebagai calon. Ia merasa capres berusia lanjut berisiko bagi kesehatan untuk mengurus negara. "Kalau bicara usia, mohon maaf yang makin ke atas, akan makin beresiko dikategorikan atau lebih rawan dalam keadaan lebih cakap atau ada penyakit-penyakit tertentu," ucap Brigitta.
Di sisi lain, Wakil Gubernur Jawa Timur sekaligus politikus Partai Demokrat, Emil Elestianto Dardak menegaskan dirinya tak mendaftar sebagai Capres pada 2024. Apalagi dirinya tak memenuhi syarat usia karena berusia 39 tahun saat Pilpres 2024.
"Saya nggak bisa ikuti jejak Sandi Uno sebagai Wagub nyalon Capres karena umur saya masih kurang, saya masih 39 tahun di 2024," kata Emil yang hadir pula dalam diskusi itu.