Ahad 02 Oct 2022 06:44 WIB

Amnesty Internastional: Pembentukan Tim PPHAM Sudah Bermasalah

Amnesty International Indonesia sebut pembentukan tim PPHAM sudah bermasalah.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid. Amnesty International Indonesia sebut pembentukan tim PPHAM sudah bermasalah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Direktur Amnesty International Indonesia - Usman Hamid. Amnesty International Indonesia sebut pembentukan tim PPHAM sudah bermasalah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid memaparkan sejumlah masalah terkait pembentukkan tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM masa lalu (PPHAM). Ia menyoroti diktum penting yang urung termuat dalam tim PPHAM. 

Amnesty menyayangkan bahwa Kepres tersebut justru tidak memuat diktum-diktum penting dalam penyelesaian hukum yang adil dan benar atas pelanggaran HAM berat. 

Baca Juga

"Salah satu diktum tersebut adalah identifikasi perihal faktor dugaan pihak pelaku yang tidak termasuk mandat dalam tim PPHAM," kata Usman kepada Republika, Sabtu (1/10/2022). 

Atas dasar itu, Usman memandang tidak terpenuhi syarat internasional mengenai penyelesaian yang adil. "Dengan demikian juga tidak ada dasar untuk bisa merekomendasikan kebijakan-kebijakan dan cara-cara mencegah terulangnya kekerasan dan pelanggaran HAM tersebut di masa depan," lanjut Usman. 

Selain itu, Usman menilai Kepres soal PPHAM tergolong problematik dari sisi substansi. Usman juga mengkritisi tim PPHAM dari segi kewenangannya yang dianggap terbatas. 

"Tim Presiden justru diberi mandat terbatas kepada rehabilitasi fisik, dan kurang pada penekanan keadilan dan akuntabilitas, pengungkapan kebenaran, reparasi hak korban, serta hak atas kepuasan korban akan adanya jaminan tidak berulangnya pelanggaran masa lalu di masa depan," kata Usman. 

Usman juga menyinggung sejumlah nama di dalam tim PPHAM sebenarnya punya noktah dalam penegakkan HAM. "Kedua, Tim tersebut keanggotaannya masih ada yang problematik dari segi rekam jejak, integritas dan independensinya di bidang penegakan hukum dan hak asasi manusia. Bahkan ada beberapa yang terlibat kejahatan," sebut Usman. 

Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu. Keppres ini diteken pada 26 Agustus 2022 lalu. 

Tim PPAHM ini memiliki tugas untuk melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional HAM sampai 2020.

Tim PPAHM juga bertugas untuk merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya, serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat tidak kembali terulang di masa yang akan datang.

Tercatat sedikitnya ada 13 kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini masih ditangani Komnas HAM. Yaitu Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Trisakti, Peristiwa Semanggi I dan II, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Wasior Wamena, Peristiwa Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998, Peristiwa Simpang KAA 1999, Peristiwa Jambu Keupok 2003, Peristiwa Rumah Geudang 1989-1998, dan Kasus Paniai 2014.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement