Ahad 02 Oct 2022 10:20 WIB

Tragedi Kanjuruhan: Akankah Kompetisi Liga 1 Dihentikan? Ini Jawaban Menpora

Zainudin menyayangkan tragedi yang menyebabkan 129 orang meninggal dunia tersebut.

Rep: Afrizal Rosikhul Ilmi/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan saat kericuhan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Foto: ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Sejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan saat kericuhan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali akan berkomunikasi dengan PT Liga Indonesia Baru dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk membahas kelanjutan Liga 1 2022/2023 imbas dari tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Zainudin menyayangkan tragedi yang menyebabkan ratusan korban meninggal tersebut. 

"Saya akan komunikasi dengan LIB (Liga Indonesia Baru) dan PSSI, apa langkah selanjutnya yang akan mereka lakukan. Apakah diteruskan tanpa penonton atau bagaimana, karena itu kan menjadi area mereka," kata Zainudin di Halaman Gedung Merdeka Bandung, Jawa Barat, Ahad (2/10/2022).

Baca Juga

Tercatat setidaknya 129 nyawa melayang dalam kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang setelah pertandingan pekan ke-11 saat Arema FC melawan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022). Kekalahan Arema 2-3 dari tim tamu pada laga tersebut berbuntut protes dari suporter hingga terjadi kerusuhan setelah pertandingan usai.

"Pertama saya sampaikan duka cita yang mendalam. Saya prihatin terhadap kejadian ini, karena begitu sudah kita bolehkan mendatangkan penonton tapi tidak bisa dijaga. Apalagi penyebabnya karena tidak terima timnya kalah. Tentu tidak boleh seperti itu. Ini olahraga, hari ini bisa menang, besok bisa kalah. Sehingga edukasi kepada penonton harus lebih dilakukan lagi. Jadi harus disadarkan bahwa dalam olahraga apapun ada menang ada kalah," ujarnya.

Jumlah korban jiwa yang tercatat sejauh ini, menempatkan tragedi di Kanjuruhan di urutan kedua sepanjang sejarah kelam sepak bola dunia. Tragedi terbesar dikabarkan terjadi di Peru pada 24 Mei 1964. Sebanyak 328 orang tewas dalam kerusuhan setelah pertandingan babak kualifikasi kedua Olimpiade Tokyo antara Peru kontra Argentina.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement