REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi paru, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan secara umum gas air mata dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata, dan saluran napas, serta paru. Gas air mata mengandung bahan kimia yakni, chloroacetophenone (CN), chlorobenzylidenemalononitrile (CS), chloropicrin (PS), bromobenzylcyanide (CA), dan dibenzoxazepine (CR).
"Untuk gejala akutnya di paru dan saluran napas dapat berupa dada berat, batuk, tenggorokan seperti tercekik, batuk, bising mengi, dan sesak napas," jelas Prof Tjandra dalam keterangannya, Ahad (2/10/2022).
Pada keadaan tertentu, menurut Prof Tjandra, dapat terjadi gawat napas (respiratory distress). Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI tersebut menjelaskan paparan gas air mata pada orang dengan penyakit asma atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dapat memicu serangan sesak napas akut.
"Bukan tidak mungkin itu berujung pada gagal napas respiratory failure," kata Prof Tjandra.
Selain di saluran napas, gejala lain adalah rasa terbakar di mata, mulut dan hidung. Gas air mata juga dapat membuat pandangan kabur dan kesulitan menelan.
"Juga dapat terjadi semacam luka bakar kimiawi dan reaksi alergi," ucap Prof Tjandra yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Prof Tjandra mengatakan, meskipun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang segera timbul, ternyata pada keadaan tertentu dapat terjadi dampak kronis alias berkepanjangan. Hal ini terutama kalau paparan berkepanjangan dalam dosis tinggi dan apalagi kalau di ruangan tertutup.