Ahad 02 Oct 2022 14:22 WIB

KNPI Minta Polri tak Represif kepada Penonton di Stadion Kanjuruhan

Harus ada yang harus bertanggung jawab mulai dari panitia sampai Menpora.

Red: Erik Purnama Putra
Polisi menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kepanje, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Polisi menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kepanje, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) menyoroti terjadinya kerusuhan saat laga Arema versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022) malam WIB. Dalam peristiwa kelam itu dilaporkan korban semetntara 129 orang tewas, termasuk dua polisi.

"KNPI berduka atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, harus ada yang harus bertanggung jawab mulai dari panitia, pengurus klub, Kapolres, Kapolda, Kapolri, PSSI, bahkan Menpora terhadap peristiwa pilu kelam tersebut, agar memberi efek jera dan menjadi pembelajaran sejarah," ujar Ketua Umum DPP KNPI M Ryano Panjaitan di Jakarta, Ahad (2/10/2022).

Ryano mengatakan, agar tak terjadi peristiwa serupa pada masa yang akan datang, KNPI meminta polisi untuk memberikan pelatihan kepada anggota Polri agar dapat bertindak humanis dan tidak represif kepada masyarakat di lapangan. Menurut dia, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus segera berbenah dengan melakukan reformasi kultural di tubuh Polri.

Pasalnya, dalam video yang beredar di media sosial, terlihat aksi represif polisi menembaki suporter dengan gas air mata. "Sebaiknya Polri dan aparatur lainnya harus melakukan pelatihan-pelatihan lapangan dan setop tindakan represif kepada masyarakat, terlalu banyak kekerasan bahkan kejahatan polisi dengan kekerasan fisik terhadap masyarakat," kata Ryano.

Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir tersebut juga mendesak PT LIB sebagai operator liga dan panpel untuk mengevaluasi mengapa jumlah penonton melebihi kapasitas. "Terlihat jumlah penonton sangat membludak, sehingga harus diperiksa apakah ada kelalaian atau kesengajaan terkait mobilisasi penonton yang akhirnya membuat situasi menjadi tidak kondusif," ucap Ryano.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement