Ahad 02 Oct 2022 20:40 WIB

Fikih Adalah Bahasa Kaum Santri Menyapa Pergaulan Global

Fikih siyasah merupakan hasil dari tatanan dunia yang berkembang pada masanya.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agung Sasongko
Fikih atau Fiqih Islam (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Fikih atau Fiqih Islam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mudir Mahad Aly Nurul Jadid, KH Muhammad Al-Fayyadl menjadi salah satu pembicara dalam Halaqah Fikih Peradaban bertema "Fiqih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru" di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur pada Ahad (2/10/2022).

Gus Al-Fayyadl mengatakan, sangat terasa betapa gagapnya masyarakat pesantren terhadap isu-isu global. Hari ini isu global tampaknya marak dan semakin masuk ke dalam ruang hidup masyarakat pesantren.

Baca Juga

"Kita memang sekian lama hidup dalam lingkungan yang regional atau lokal, dengan Islam Nusantara setidaknya sudah menasional dan sekarang sudah mengglobal atau go internasional," kata Gus Al-Fayyadl dalam Halaqah Fikih Peradaban di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Ahad (2/10/2022).

Gus Al-Fayyadl mengatakan, ada satu perangkat keilmuan yang mau tidak mau harus dipelajari yaitu fikih. Karena fikih adalah bahasa kaum santri dalam menyapa pergaulan global.

Ia menjelaskan, fikih siyasah merupakan hasil dari tatanan dunia yang berkembang pada masanya. fikih siyasah merupakan hasil dari tatanan dunia yang berkembang pada masanya. Ada enam tatanan dunia yang bisa dikatakan mencirikan kehidupan peradaban manusia dari waktu ke waktu.

Ia menerangkan, secara geopolitik, peradaban dunia ada enam tatanan dunia. Pertama, peradaban suku. Kedua, peradaban imperium. Di zaman Nabi Muhammad SAW ada dua imperium besar, yaitu Romawi dan Persia.

"Di peradaban imperium secara umum kita melihat ciri-ciri kehidupan politik dalam kitab-kitab fikih siyasah kita, karena di peradaban ini muncul teori dan konsep yang sangat berpengaruh bahkan dalam praktik konsep jihad," ujar Gus Al-Fayyadl.

Ia mengatakan, di zaman imperium itu ada konsep dan praktik penaklukan. Artinya penaklukan adalah pendirian masyarakat Islami dengan tatanan politik tertentu. Untuk mencapai tujuan ini sering melalui proses perdamaian, tidak melalui perang.

Ia menambahkan, dalam tatanan ketiga, tatanan dunia memasuki era kolonialisme dan imperialisme, termasuk berkembangnya paham wathaniyah. Era kolonialisme kemudian melahirkan tatanan keempat, yaitu era negara bangsa.

"Tatanan dunia kelima adalah tatanan global order. Istilah global order sangat kental dengan nuansa perang dingin. Pada era ini muncul blok barat dan timur," jelas Gus Al-Fayyadl.

Ia mengatakan, tatanan keenam adalah global government atau global transnasional government. Ini berupa pengaturan dunia melalui skema dan desain politik, ekonomi dan lain-lain. Semua itu berbasis kepentingan oleh beragam aktor, baik sipili, militer, swasta dan negara.

"Secara umum ini yang menjadi awal pentingnya kita berpikir mengenai fikih siyasah, karena secara umum fikih siyasah yang dipakai di kalangan kita merupakan produk era keemasan imperium Islam, fikih ini terus relevan dipakai sampai era kolonialisme," ujar Gus Al-Fayyadl.

Gus Al-Fayyadl menjelaskan, kalau ditelusuri, para penulis fikih siyasah adalah para penasehat atau konsultan politik para raja dan sultan pada masanya. Sebagai contoh Imam Al Ghazali, penasehat Kesultanan Seljuk. Imam Al Mawardi adalah diplomat antara Dinasti Abbasiyah dengan Buwaihiyah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement