REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Polda Lampung mengungkap komplotan mafia tanah di Lampung Selatan, dengan tersangka mulai dari purnawirawan polisi, kepala Satpol-PP, kepala desa, notaris, hingga petugas ukur BPN. Modus yang dilakukan menjual tanah dengan dokumen Sertifikat Hak Milik (SHM) palsu.
Kepala Bidang Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad membenarkan jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Lampung telah mengungkap kasus mafia tanah di Kabupaten Lampung Selatan. “Petugas sudah menangkap lima tersangka mafia kasus tanah di Lampung,” kata Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad, Ahad (2/9/2022).
Dia mengatakan, kelima tersangka mafia tanah tersebut terungkap dalam kasus penjualan 10 hektare tanah di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Para tersangka tersebut berasal dari berbagai profesi.
Lima tersangka itu yakni SJ (80 tahun) purnawirawan polisi, SY (68) kepala Desa Gunung Agung Lampung Timur, SH (58) kepala Satpol PP Lampung Timur, RA (49) seorang notaris dan PPAT, dan FB (44) juru ukur pada Kantor BPN Kabupaten Pesisir Barat.
Berdasarkan kronologis yang terungkap dari Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Kombes Pol Reynold Hutagalung, Kombes Pol Pandra mengatakan, kelima tersangka terlibat langsung dalam memalsukan dokumen surat tanah hingga terbit SHM.
Dalam kasus penjualan 10 hektare tanah, terungkap kelima tersangka melakukan tindak pidana dengan membuat dan menggunakan surat palsu. Mereka juga menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta autentik, untuk menerbitkan enam buku SHM atas objek tanah seluas 10 hektare tersebut.
Tersangka FB sebelum menjadi juru ukur di kantor BPN Kabupaten Pesisir Barat, pernah menjadi juru ukur di Kantor BPN Kabupaten Lampung Selatan. Masing-masing tersangka berperan penting untuk memuluskan tindak pidanya menerbitkan buku SHM dengan dokumen palsu.
Keterangan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung Kombes Pol Reynold Hutagalung, kasus ini terjadi pada Juni 2020 yang saat itu SJ menjual objek tanah seluas 10 hektare di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan. Tindakan SJ yang pensiunan polisi ini memiliki dokumen tanah diduga palsu.
Dengan pendukung dokumen yang dimiliki SJ tersebut, ia meminta SY selaku kepala desa membuatkan dokumen, dan suratnya dikuatkan kepada SH atas permintaan SJ. Padahal, tanah tersebut asalnya berada di Desa Gunung Agung, Lampung Timur beralih menjadi di Desa Malang Sari, Lampung Selatan.
Tanah SJ tersebut dijual kepada AM, saksi yang dokumennya atas nama SJ bersama lima anak dan keponakannya. Penjualan tanah ini dibantu tersangka RA, notaris untuk membuatkan transaksi jual beli dan akta jual beli, yang keterangannya palsu.