Senin 03 Oct 2022 18:44 WIB

Ini Solusi Pemerintah untuk Mengatasi Anjloknya Harga Ayam

Indonesia melakukan ekspor perdana ayam ke Singapura.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang ayam potong melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Pedagang ayam potong melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan anjloknya harga ayam potong hingga merugikan peternak unggas terus terjadi berulang kali dalam beberapa tahun terakhir. Pangkal masalah tersebut akibat surplus produksi ayam dalam jumlah besar namun tak diimbangi dengan kemampuan serapan pasar domestik.

Kepala Badan Pangan Nasional (NFA), Arief Prasetyo Adi, menuturkan, capaian surplus produksi merupakan keberhasilan Kementerian Pertanian berserta para pelaku usaha dan peternak. Karena itu, surplus produksi yang dihasilkan seharusnya tidak dipangkas seperti yang pernah dilakukan dengan memusnahkan bibit ayam.

Baca Juga

Sebaliknya, capaian surplus produksi itu harus dapat diserap sepenuhnya sekaligus menjadi cadangan pangan nasional. "Jadi, kalau produksi banyak itu keberhasilan. Jangan dipotong, dibuang. Tapi dibekukan, disimpan menjadi cadangan pangan. Saya akan inisiasi ini," kata Arief saat ditemui di Jakarta, Senin (3/10/2022).

Arief mengatakan, NFA menginginkan adanya cold room atau ruang pendingin yang dapat digunakan untuk menyimpan bahan pangan sebagai cadangan, termasuk ayam.Namun, jika itu belum dapat dilakukan, pemerintah terbuka untuk bekerja sama dengan swasta yang memiliki fasilitas ruang pendingin. 

Ia pun telah menghitung biaya simpan ayam pada ruang pendingin hanya sekitar Rp 300 per kg per bulan. "Hari ini kalau ditanya stok ayam ada? Ya, ada. Tapi di masyarakat dan pengusaha. Negara punya? Tidak. Ke depan saya akan minta bahwa Indonesia harus punya cadangan pangan," ujarnya.

Adapun cadangan pangan selain untuk stabilisasi harga, dapat digunakan untuk upaya pengentasan masalah stunting hingga membantu daerah-daerah termiskin agar dapat memenuhi konsumsi protein."Hilirisasinya juga perlu, jadi jangan hanya disuruh menyerap tapi tidak dikeluarkan. Ini harus kolaborasi bersama seluruh stakeholders," ujarnya.

Ketua Komisi IV DPR, Sudin, mengatakan hal senada. Ia menilai, langkah pemangkasan bibit ayam yang pernah dilakukan pemerintah bersama para industri perunggasan justru merugikan. Padahal, kelebihan produksi yang ada bisa digunakan untuk berbagai program sosial diberikan secara gratis kepada masyarakat.

Di sisi lain, Sudin mengingatkan, kebutuhan unggas dunia akan terus ada. Ekspor ayam perdana dari Indonesia ke Singapura imbas Malaysia yang menyetop ekspor ayamnya menjadi bukti adanya potensi ekspor Indonesia untuk produk unggasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement