REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Provinsi Bali merupakan daerah dengan prevalensi stunting terendah di Indonesia yakni 10,9 persen. Meski kini sudah di bawah target percepatan penurunan stunting 14 persen pada 2024, namun Bali terus melakukan berbagai upaya untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi dua persen pada 2024.
“Mari kita kejar target Bali menjadi zero persen stunting atau minimal dua persen prevalensi stunting pada 2024,” kata Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana dalam keterangan tertulis, Senin (3/10/2022).
Menurut Kariyasa, stunting merupakan masalah nasional dan seluruh pemerintah daerah diminta berkolaborasi membebaskan Indonesia dari ancaman stunting sesuai Perpres No 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
"Stunting ini sebenarnya sangat mengkhawatirkan secara nasional sebesar 24 persen. Bayangkan artinya satu dari emat anak terindikasi stunting," kata Kariyasa pada kegiatan yang dihadiri ratusan orang itu.
Lebih jauh Kariyasa menjelaskan, jika dibiarkan, yang terjadi adalah ancaman terhadap stabilitas negara. Anak-anak dengan gizi buruk kronis itu akan menjadi beban negara. Kondisinya yang sakit-sakitan dan IQ rendah tidak akan mampu bersaing dengan negara lain, malah melumpuhkan negaranya sendiri.
Untuk itu, legislator asal Busungbiu, Buleleng ini mengajak masyarakat Sambangan, khususnya calon pengantin mengimplementasikan betul edukasi agar tidak ada lagi bayi yang lahir dengan kondisi stunting mulai 2023 dan seterusnya.
Menanggapi hal itu, Direktur Komunikasi Informasi dan Edukasi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (KIE-BKKBN) Eka Sulistia Ediningsih berpendapat, target prevalensi dua persen untuk Bali sangat realistis.
Selain menjadi provinsi dengan prevalensi stunting terendah nasional (10,9 persen), pemerintah kabupaten/kota dan provinsi di Bali juga menurut Eka Sulistia banyak melakukan inovasi sehingga Bali layak dijadikan contoh bagi provinsi lain se-Indonesia.
"Saya rasa ajakan dari Pak Ketut Kariyasa itu harus kita jalankan bersama. Bali ini banyak inovasi. Stuntingnya terendah pula. Jadi layak dijadikan tempat belajar bagi daerah lain," kata Eka.
Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana diwakili Sekretaris Dinas PPKBP3A Nyoman Suyasa berharap agar screning pranikah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Bali yang mayoritas pemeluk Hindu.
Menurut Riang, pemeriksaan calon pengantin (catin) belum membudaya di tengah masyarakat Bali, berbeda dengan umat lain yang bahkan ada kursus bagi calon pengantinnya. "Bagi pasangan calon pengantin saya harap tiga bulan sebelumnya melapor dulu ke aparat desa agar diperiksa kesehatannya. Mari jadikan budaya. Dimulai dari Desa Sambangan," harap Suyasa.
Sementara, Kepala Desa (Perbekel) Sambangan Nyoman Sudarsana mengakui di desanya ada dua balita yang terindikasi mengidap gizi buruk. Namun telah dilakukan upaya penanggulangan oleh kader PKK, KB dan tenaga kesehatan setempat.
Sudarsana berharap, Kampanye Percepatan Penurunan Stunting memberikan makna luar biasa bagi warganya guna menyiapkan generasi-generasi hebat untuk Indonesia emas 2045 atau tepat 100 tahun Kemerdekaan RI.