Selasa 04 Oct 2022 06:34 WIB

Korban Tragedi Kanjuruhan: Saya Mencari Keadilan

Korban selamat dari tragedi Kanjuruhan mencari keadilan karena keluarganya meninggal.

Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah warga membakar lilin sebagai bentuk keprihatinan atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Korban selamat dari tragedi Kanjuruhan mencari keadilan karena keluarganya meninggal.
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Sejumlah warga membakar lilin sebagai bentuk keprihatinan atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Korban selamat dari tragedi Kanjuruhan mencari keadilan karena keluarganya meninggal.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Korban selamat dari tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang menyebabkan sebanyak 125 orang meregang nyawa mengharapkan ada keadilan untuk para korban meninggal dunia tersebut.

Salah satu korban selamat peristiwa tragedi Kanjuruhan, Doni, di Kota Malang, Jawa Timur, Senin mengatakan, ia kehilangan dua orang keluarga yakni M Yulianton (40) dan Devi Ratna Sari (30) yang meninggal dunia pada saat berusaha keluar dari Stadion Kanjuruhan, Sabtu malam (1/10/2022).

Baca Juga

"Saya mencari keadilan. Kalau untuk doa sudah cukup, kami dari keluarga ingin keadilan untuk korban," katanya.

Doni menjelaskan, kronologi peristiwa yang menyebabkan 125 orang meninggal dunia tersebut bermula pada saat akhir pertandingan antara tuan rumah Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Saat itu, tim tuan rumah mengalami kekalahan dari rival beratnya.

Menurutnya, saat itu ia masih belum berencana untuk meninggalkan Stadion Kanjuruhan karena masih banyak para pendukung yang antre untuk keluar. Saat itu, ia masih duduk di area Tribun 14 bersama sejumlah rekan dengan tiga orang anak kecil.

"Saat itu antre normal, saya menunggu biar agak sepi. Namun, di area bawah memang sudah mulai ramai pendukung yang tidak puas," katanya.

Ia menambahkan, tidak lama berselang, para pendukung tim tuan rumah yang tidak puas tersebut masuk ke dalam area lapangan dan terjadi kericuhan. Kericuhan tersebut berusaha dikendalikan oleh petugas hingga akhirnya ada tembakan gas air mata.

"Tembakan pertama saya merasa panik, saya berdiri. Kedua, panik semua penonton. Yang tadi masih belum sepi di pintu keluar, terus dengan adanya tembakan, panik dan berhamburan," katanya.

Akibat adanya tembakan gas air mata yang mengarah ke Tribun 14 tersebut, lanjutnya, para pendukung berusaha untuk segera meninggalkan Stadion Kanjuruhan. Ia bergegas keluar dengan memegangi anaknya yang berusia sepuluh tahun.

"Anak saya di depan saya, saya tidak melihat pintu itu buka atau tutup. Tapi kalau secara logika, jika pintu itu terbuka, berdesakan itu akan cepat keluar," katanya.

Akibat tertahan karena tidak bisa keluar dari area stadion, ia terdesak para pendukung lain yang berada di belakang. Pada akhirnya, ia mampu keluar dari Stadion Kanjuruhan dengan selamat bersama anaknya.

"Tidak lama berselang, anak saudara saya yang meninggal dunia itu keluar. Saya menanyakan di mana ayah dan mamanya. Kemudian saya menitipkan anak saya dan anak saudara saya itu dan berusaha mencari," katanya.

Pada saat akan berusaha mencari dua saudaranya tersebut, ia melihat sejumlah orang yang membopong seorang perempuan yang merupakan kakak iparnya. Tidak lama berselang, sang suami juga dibopong oleh para penonton yang lain.

"Teman saya mencari tim medis. Anak-anak saya pulangkan dengan rekan lainnya. Saat saya kembali, keduanya sudah dinyatakan tidak ada," katanya.

Akibat kejadian yang menewaskan 125 orang dan membuat ratusan lainnya mengalami luka tersebut, ia berharap ada keadilan untuk para korban. Ia kecewa tembakan gas air mata diarahkan ke tribun dimana banyak anak-anak dan perempuan.

"Yang membuat panik pertama kali adalah adanya tembakan gas air mata itu, di tribun itu ada anak kecil, ibu-ibu," kata Doni.

Pada Sabtu (1/10/2022), terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.

Kerusuhan tersebut semakin membesar dimana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.

Berdasarkan data terakhir, menyebutkan bahwa korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur sebanyak 125 orang. Selain itu, dilaporkan sebanyak 323 orang mengalami luka pada peristiwa itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement