Selasa 04 Oct 2022 07:49 WIB

PBB: 5,7 juta Korban Banjir Pakistan Hadapi Krisis Pangan

5,7 juta korban banjir Pakistan akan menghadapi krisis pangan serius dalam 3 bulan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Seorang gadis terlantar akibat banjir akibat hujan monsun terlihat di tenda penampungan sementara korban banjir yang diselenggarakan oleh pemerintah China, di Sukkur, Pakistan, Rabu, 7 September 2022.
Foto: AP/Fareed Khan
Seorang gadis terlantar akibat banjir akibat hujan monsun terlihat di tenda penampungan sementara korban banjir yang diselenggarakan oleh pemerintah China, di Sukkur, Pakistan, Rabu, 7 September 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, sekitar 5,7 juta korban banjir Pakistan akan menghadapi krisis pangan serius dalam tiga bulan ke depan. Jumlah korban tewas akibat banjir meningkat pada Senin (3/10/2022).

Otoritas Manajemen Bencana Nasional Pakistan melaporkan, banjir yang dipicu oleh hujan muson sangat lebat telah menewaskan 1.695 orang. Hujan juga merusak lebih dari 2 juta rumah dan membuat ratusan ribu orang mengungsi, yang sekarang tinggal di tenda atau rumah darurat.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) melaporkan, banjir diperkirakan akan memperburuk kerawanan pangan di Pakistan. OCHA mengatakan 5,7 juta orang di daerah yang terkena banjir akan menghadapi krisis pangan antara September dan November.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebelum banjir 16 persen dari populasi Pakistan berada dalam kerawanan pangan sedang atau parah. Namun, pemerintah Pakistan menegaskan, tidak ada kekhawatiran segera tentang persediaan makanan, karena stok gandum cukup untuk bertahan sampai panen berikutnya dan pemerintah mengimpor lebih banyak gandum.

Badan Kemanusiaan PBB telah meningkatkan pengiriman bantuan kepada 1,6 juta orang yang terkena dampak langsung dari banjir. OCHA mengatakan, wabah penyakit yang ditularkan melalui air dan penyakit lainnya meningkat di Provinsi Sindh dan Baluchistan barat daya. Banjir telah menyebabkan kerusakan paling parah di provinsi tersebut sejak pertengahan Juni.

Beberapa negara dan badan-badan PBB telah mengirimkan lebih dari 131 penerbangan yang membawa bantuan untuk para penyintas. Dalam laporannya OCHA mengatakan, curah hujan di Baluchistan dan Sindh berkurang secara substansial selama seminggu terakhir, karena suhu mulai menurun menjelang musim dingin.

“Kondisi normal terjadi di sebagian besar distrik Baluchistan, sedangkan di Sindh, Sungai Indus mengalir dengan normal,” kata pernyataan OCHA.  

Secara keseluruhan 18 dari 22 distrik di Sindh, ketinggian air banjir telah surut setidaknya 34 persen. Sementara di beberapa distrik banjir telah surut hingga 78 persen.

Laporan OCHA mengatakan, banyak para penyintas yang hidup dalam kondisi tidak bersih di tempat penampungan. Mereka mempunyai akses terbatas ke layanan dasar, sehingga menambah risiko krisis kesehatan masyarakat yang besar. Hampir 130 ribu wanita hamil membutuhkan layanan kesehatan yang mendesak.

“Sebelum banjir, Pakistan memiliki salah satu tingkat kematian ibu tertinggi di Asia, dengan situasi yang cenderung memburuk,” kata pernyataan OCHA.

Pemerintah Pakistan mengatakan, kerugian ekonomi akibat banjir mencapai sekitar 30 miliar dolar AS. Banjir menghanyutkan ribuan kilometer jalan, menghancurkan 440 jembatan, dan mengganggu lalu lintas kereta api. Pakistan Railways mulai memulihkan layanan kereta api dari Sindh ke kota-kota lain setelah memperbaiki beberapa rel yang rusak akibat banjir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement