Selasa 04 Oct 2022 11:50 WIB

Kementerian PPPA Gandeng MA Perketat Dispensasi Kawin

Pengetatan dispensasi kawin karena adanya peningkatan pengajuan dispensasi kawin.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menggandeng Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) untuk memperketat dispensasi kawin bagi anak.
Foto: MGROL100
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menggandeng Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) untuk memperketat dispensasi kawin bagi anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menggandeng Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) untuk memperketat dispensasi kawin bagi anak. Kementerian PPPA menandatangani nota kesepahaman atau perjanjian kerjasama dengan Badilag MA terkait Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Dispensasi Kawin dan Perceraian. 

Kementerian PPPA menyatakan, pengetatan dispensasi kawin karena adanya peningkatan kasus pengajuan dispensasi kawin. Kementerian PPPA mengutip Badilag MA mencatat 25.280 kasus pengajuan dispensasi kawin pada 2019. 

Baca Juga

Angka ini melonjak pada 2020 menjadi 65.301 kasus. Pada 2021, angka dispensasi kawin masih tinggi dengan jumlah 63.350 kasus. Kementerian KPPPA menyatakan kenaikan ini disebabkan perubahan regulasi. 

"Kenaikan dispensasi kawin ini sebagian disebabkan usia batas kawin yang tadinya 16 tahun bagi perempuan menjadi 19 tahun sesuai Undang - Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan," kata Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu dalam keterangannya, Selasa (4/10/2022). 

Pribudiarta menyatakan fenomena ini tidak bisa dianggap permasalahan biasa saja. Hal ini mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan, seperti perceraian, anak dengan pengasuhan tidak layak, kematian ibu melahirkan, dan menyebabkan stunting karena ibunya masih usia anak belum bisa mentransfer kemampuan dalam membangun tumbuh kembang anak dengan baik.

"Perlindungan perempuan dan anak terkait dispensasi kawin masih menjadi isu nasional yang perlu mendapatkan perhatian," ucap Pribudiarta. 

Dirjen Badilag MA Aco Nur mengajak Kementerian PPPA untuk memikirkan strategi menangani permasalahan yang timbul di masyarakat. "Kalau kita biarkan anak-anak melakukan perkawinan di bawah umur, maka akan menghasilkan anak yang struktur fisik dan kemampuan pola pikirnya kurang. Apabila saat ini kita tidak berbuat sedikitpun, maka 20 tahun ke depan akan berdampak pada regenerasi bangsa," ujar Aco. 

Beberapa butir aksi kinerja dalam pelaksanan perjanjian kerjasama ini, yaitu pertama : 421 satuan kerja Pengadilan Agama di seluruh Indonesia mempunyai kebijakan tidak akan menerima permohonan pengajuan dispensasi kawin, apabila tidak ada rekomendasi dari dinas yang mempunyai urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kabupaten/kota dari layanan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA)/Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA)/Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Dengan rekomendasi, pemohon dispensasi kawin akan mendapatkan konseling dari psikolog/konselor, untuk menunda/membatalkan perkawinan yang masih usia anak. 

Kedua, 421 satuan kerja Pengadilan Agama di seluruh Indonesia mempunyai putusan pascaperceraian yang memastikan pemenuhan hak dan perlindungan bagi perempuan dan anak; dan ketiga, Menyusun dan publikasi data terpilah pengajuan permohonan dispensasi kawin serta data perceraian berdasarkan usia dan pendidikan. Dengan data terpilah, intervensi akan lebih tepat sasaran, terutama usia kawin di bawah 18 tahun. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement